Suami Main Game, Istri Makan Hati

Suami yang larut dalam dunia game, sementara istri merasa diabaikan. Dari sinilah muncul sindiran yang penuh makna: “Suami main game, istri makan hati.
PELITA MAJALENGKA - Di zaman modern ini, gadget dan game online sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Banyak orang menghabiskan waktunya di depan layar untuk bermain, berkomunikasi, atau sekadar mencari hiburan. 

Namun, di balik kesenangan itu, tersimpan persoalan yang tak jarang menimpa rumah tangga, khususnya pasangan muda. Suami yang larut dalam dunia game, sementara istri merasa diabaikan. Dari sinilah muncul sindiran yang penuh makna: “Suami main game, istri makan hati.”

Seorang istri sebenarnya tidak selalu menuntut banyak. Ia tidak selalu meminta rumah mewah, perhiasan berlimpah, atau liburan mahal. Yang ia harapkan sederhana: perhatian, sapaan hangat, tatapan penuh kasih, serta waktu kebersamaan yang tulus. Namun sering kali, harapan itu terhalang oleh layar ponsel dan komputer yang lebih sering menyita perhatian suaminya.

Game memang bisa menyenangkan, tetapi ketika kesenangan itu menjadi prioritas dibandingkan pasangan, maka keharmonisan rumah tangga terancam. Kalimat sederhana “sebentar lagi selesai” sering kali berubah menjadi berjam-jam tanpa disadari. Sementara itu, sang istri hanya bisa duduk diam, menunggu saat di mana ia bisa bercerita atau sekadar ditemani sebelum tidur.

Padahal, hati seorang istri ibarat taman. Ia perlu disiram dengan cinta, perhatian, dan kelembutan agar terus tumbuh subur. Jika dibiarkan kering, taman itu bisa layu dan akhirnya mencari air dari luar yang tak seharusnya. Betapa banyak rumah tangga yang hancur bukan karena perselingkuhan fisik, tetapi karena hati yang perlahan menjauh akibat kurangnya perhatian.

Islam sendiri mengajarkan bahwa rumah tangga adalah ladang pahala. Rasulullah ﷺ, yang begitu sibuk mengurus umat, tetap menyempatkan diri untuk bercengkerama dengan istri-istrinya. Beliau bahkan membantu pekerjaan rumah dan mendengarkan keluh kesah mereka. Jika Rasulullah yang memimpin umat masih menyisakan waktu untuk keluarga, mengapa kita justru kalah oleh game yang hanya memberi kesenangan sesaat?

Main game boleh saja, tetapi pertanyaannya: apakah pernikahan kita juga ikut naik level, atau justru turun karena kalah oleh dunia maya? Suami yang baik adalah ia yang mampu menyeimbangkan kesenangan pribadinya dengan kewajiban terhadap keluarganya. Istri bukan robot, ia adalah manusia yang memiliki perasaan. Jika suami lebih sering sibuk dengan game, jangan heran bila istri merasa terabaikan.

Seorang istri bisa bertahan dalam kesulitan ekonomi, bahkan dalam hidup sederhana. Tetapi ia sulit bertahan dalam pernikahan yang terasa sepi tanpa kasih sayang. Nafkah bukan hanya soal uang, melainkan juga perhatian, kelembutan, dan penghargaan. Tanpa itu semua, rumah hanya akan menjadi tempat tidur, bukan lagi tempat bernaung yang penuh cinta.

Tak jarang, game membuat suami merasa lebih “hidup” di dunia virtual daripada dunia nyata bersama istri. Tetapi ingatlah, wahai suami, senyum tulus dan doa seorang istri jauh lebih berharga daripada kemenangan dalam permainan. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap istrinya, dan aku adalah yang terbaik terhadap istriku.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menjadi pengingat bahwa ukuran kebaikan seorang laki-laki bukan dilihat dari prestasi di luar rumah, melainkan bagaimana ia memperlakukan keluarganya.

Bagi istri, jika suaminya terlalu sibuk dengan game, jangan hanya menyimpan luka. Sampaikanlah dengan lembut perasaanmu. Doakan agar Allah membuka hatinya. Ingatkan dengan sabar, karena hati seorang suami bisa luluh jika disentuh dengan kelembutan, bukan hanya dengan amarah.

Namun bagi para suami, jangan menunggu istri menegur. Jadilah pemimpin yang peka dan penuh cinta. Pemimpin sejati adalah yang menjaga dan merawat hati keluarganya, bukan sekadar menyediakan kebutuhan materi. Rumah tangga adalah investasi akhirat. Jangan biarkan kesenangan sesaat di dunia virtual mengorbankan kebahagiaan seumur hidup.

Game akan selalu ada, selalu berkembang, dan selalu menawarkan keseruan baru. Tapi istri yang setia menunggu, belum tentu selalu ada jika hatinya terluka terus-menerus. Jika ia sudah merasa tidak lagi dibutuhkan, perlahan hatinya bisa menjauh. Maka sebelum itu terjadi, luangkanlah waktu untuknya.

Rumah tangga yang bahagia bukan dibangun dari harta semata, tetapi dari perhatian kecil yang konsisten: mendengar, menemani, tersenyum, dan mendoakan. Jadikan rumah sebagai surga kecil, tempat di mana hati merasa aman dan cinta selalu tumbuh.

Sindiran “Suami main game, istri main hati” seharusnya menjadi alarm bagi pasangan muda. Jangan biarkan permainan dunia maya merusak permainan cinta yang sesungguhnya. Karena game akan selesai, tetapi luka hati bisa meninggalkan bekas panjang.

Pada akhirnya, suami harus memilih: ingin naik level dalam game, atau naik derajat di sisi Allah dengan menjadi suami yang penuh cinta dan tanggung jawab. Kebahagiaan rumah tangga bukan soal siapa yang menang dalam permainan, melainkan siapa yang mampu menjaga hati pasangan agar tetap bersama hingga ke surga-Nya.[BA]