Bagja Nu Sajati

PELITA MAJALENGKA - Setiap manusia mendambakan kebahagiaan. Namun sering kali kebahagiaan dipersempit hanya pada harta melimpah, jabatan tinggi, atau penghormatan dari banyak orang. Filosofi Sunda mengajarkan sesuatu yang jauh lebih dalam, yaitu “Bagja Nu Sajati” – kebahagiaan sejati yang bukan sekadar dirasakan secara lahir, tetapi tumbuh dari ketenangan batin, keselarasan dengan sesama, dan kedekatan dengan Allah SWT.

Orang Sunda sejak dulu memahami bahwa hidup hanyalah persinggahan singkat. Segala harta dan kemewahan hanyalah titipan yang pada waktunya akan ditinggalkan. Maka, kebahagiaan sejati bukanlah seberapa banyak dunia yang kita kumpulkan, melainkan seberapa tenang hati kita dalam menjalaninya. Filosofi ini mengingatkan bahwa hidup akan lebih bermakna bila dijalani dengan silih asih (saling mengasihi), silih asah (saling menasihati dan belajar), serta silih asuh (saling melindungi dan membimbing). Dari sinilah tumbuh kebahagiaan sejati: cinta, ilmu, dan tanggung jawab sosial.

Kebahagiaan sejati juga lahir dari sikap narima (menerima dengan ikhlas) dan eling (senantiasa ingat kepada Allah). Narima tidak berarti pasrah tanpa usaha, tetapi ikhlas menerima hasil apapun setelah berusaha. Sementara eling berarti selalu sadar bahwa hidup bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga sebagai ibadah kepada Allah dan sarana berbuat baik kepada sesama. Jika hati mampu narima dan eling, maka hidup terasa ringan: tidak mudah kecewa, tidak iri pada orang lain, dan selalu ada rasa syukur.

Dalam kehidupan leluhur Sunda, kebahagiaan hadir dalam kesederhanaan. Mereka merasa bahagia saat keluarga rukun, saat berkumpul menikmati liwet sederhana, atau saat mendengarkan gamelan yang menentramkan hati. Kebahagiaan sejati tidak membutuhkan kemewahan, tetapi hadir dalam momen-momen kecil yang dihayati dengan ketulusan.

Namun, di zaman modern ini, banyak orang terjebak dalam ilusi kebahagiaan. Mereka mengira bahagia hanya bisa dicapai dengan memiliki barang-barang mewah atau penghasilan besar. Nyatanya, banyak orang kaya yang hatinya kosong, kehilangan makna hidup, dan jauh dari ketentraman. Filosofi “Bagja Nu Sajati” mengingatkan kita bahwa kebahagiaan sejati bukan sesuatu yang harus dicari di luar diri, tetapi sesuatu yang tumbuh di dalam hati.

Dari filosofi ini, ada banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil dan amalkan:

  1. Syukuri hal-hal kecil, karena kebahagiaan lahir dari rasa syukur.
  2. Utamakan ketenangan batin dibanding kemewahan dunia.
  3. Belajar menerima dengan ikhlas setiap hasil usaha.
  4. Senantiasa mengingat Allah dalam setiap langkah.
  5. Hidup rukun dengan sesama lewat kasih sayang, ilmu, dan kepedulian.
  6. Hargai waktu bersama keluarga sebagai sumber kebahagiaan sejati.
  7. Hindari iri hati yang hanya merusak kedamaian.
  8. Jalani hidup dengan ketulusan dan keikhlasan.
  9. Jaga tradisi dan nilai kearifan lokal sebagai penuntun hidup damai.
  10. Temukan kebahagiaan dengan memberi manfaat kepada orang lain.

Jika kita menghayati nilai-nilai ini, maka Bagja Nu Sajati akan tumbuh dalam diri. Kebahagiaan sejati bukan tentang memiliki segalanya, melainkan mampu merasa cukup, mampu bersyukur, dan mampu menebar kebaikan.

Bagja Nu Sajati adalah ketika kita tidur dengan hati tenang, bangun dengan rasa syukur, dan menjalani hari dengan semangat kebaikan. Itulah kebahagiaan sejati yang tidak luntur oleh zaman, tidak terikat oleh harta, dan akan menjadi bekal menuju kebahagiaan abadi di akhirat.(BA)