PELITA MAJALENGKA - Ukhuwah adalah nafasnya Al Jama’ah, tanpa ukhuwah maka ruh kebersamaan akan mati. Ia bukan hanya salam dan senyum, tapi rasa yang hidup di hati yang ikhlas. Ukhuwah menghidupkan kembali jiwa yang rapuh dengan kehangatan kasih sayang sesama. Di teras ukhuwah itulah keimanan tumbuh dan berkembang dalam dekapan cinta karena Allah.
Ukhuwah bukan sekadar kata, tapi energi yang membangkitkan kekuatan dalam kebersamaan. Ia mengajarkan kita untuk mencintai tanpa syarat dan memberi tanpa berharap kembali. Ketika ukhuwah kuat, perbedaan menjadi indah, bukan sumber perpecahan. Karena ukhuwah menyatukan hati-hati yang sebelumnya asing dalam satu barisan perjuangan.
Hidup berjama’ah tanpa ukhuwah hanyalah kerumunan tanpa arah. Tapi dengan ukhuwah, setiap langkah menjadi teratur, penuh makna dan tujuan. Ukhuwah adalah cahaya yang menerangi lorong gelap perpecahan. Tanpa ukhuwah, kita kehilangan ruh dalam amal jama’i.
Ukhuwah adalah kekuatan sunyi yang menumbuhkan keikhlasan dalam kebersamaan. Ia tak tampak, tapi terasa dalam doa yang saling terpanjat tanpa diminta. Ukhuwah membuatmu menangis karena saudaramu terluka, dan bersyukur karena dia bahagia. Di situlah Allah hadir, di antara dua hati yang saling mendoakan.
Ukhuwah adalah jembatan yang menghubungkan hati yang jauh. Ia bukan tentang siapa yang dekat secara fisik, tapi siapa yang tulus dalam jiwa. Ukhuwah mengajarkan kita untuk memahami sebelum menilai. Ia mengajarkan bahwa cinta karena Allah tidak lekang oleh waktu dan jarak.
Ketika ukhuwah dijaga, maka jama’ah akan tegak walau badai menerpa. Kita saling menopang, bukan saling menjatuhkan. Kita saling menutup aib, bukan membuka luka. Karena kita bukan hanya saudara dalam organisasi, tapi saudara dalam iman.
Ukhuwah melatih kita untuk bersabar dengan kekurangan saudara kita. Ia mengajarkan bahwa setiap orang punya kelebihan yang perlu dihargai, dan kekurangan yang perlu dimaklumi. Ukhuwah tidak menuntut kesempurnaan, tapi keikhlasan untuk saling melengkapi. Dan di situlah letak keindahannya yang sejati.
Di tengah gempuran individualisme, ukhuwah adalah benteng terakhir penyelamat ruh kebersamaan. Ia memelihara hati agar tidak beku oleh dunia yang dingin. Ia menghangatkan jiwa dengan kehadiran saudara-saudara seiman yang saling mencintai karena Allah. Di Al Jama’ah, ukhuwah bukan teori, tapi napas kehidupan.
Ukhuwah tumbuh dari hati yang bersih dan niat yang lurus. Ia tidak lahir dari kepentingan dunia, tapi dari kesadaran bahwa kita satu tubuh. Ketika satu sakit, yang lain merasakannya. Ketika satu gembira, yang lain ikut bersyukur.
Ukhuwah bukan tanpa ujian, tapi di sanalah letak nilainya. Terkadang ego harus dikalahkan demi tegaknya cinta karena Allah. Terkadang luka harus ditanggung demi tegaknya barisan. Tapi semua itu kecil nilainya dibanding manisnya persaudaraan di surga kelak.
Ukhuwah adalah alasan mengapa kita tetap bertahan dalam Al Jama’ah meski tak mudah. Ketika iman melemah, saudara kita menguatkan. Ketika langkah goyah, mereka memapah dengan cinta. Dan saat hati ragu, mereka hadir sebagai pengingat bahwa kita tidak sendiri.
Di jalan dakwah yang panjang ini, ukhuwah adalah bekal yang paling mahal. Ia membuat kita kuat saat semua terasa berat. Ia membuat kita tetap tersenyum meski harus menangis dalam perjuangan. Karena bersama saudara seiman, beban menjadi ringan dan semangat tetap menyala.
Ukhuwah bukan retorika, tapi perjuangan menjaga hati setiap hari. Ia menuntut kesetiaan dalam diam, dan kejujuran dalam rasa. Ukhuwah menumbuhkan akhlak mulia yang tidak lahir dari ilmu, tapi dari keteladanan. Maka, jagalah ukhuwah seperti engkau menjaga keimananmu.
Jangan remehkan satu pelukan, satu senyuman, atau satu sapaan karena itu bisa menyelamatkan hati yang hampir putus asa. Ukhuwah adalah jalan penyembuh luka-luka jiwa. Ia hadir sebagai obat yang tidak dijual, tapi diberikan oleh hati yang penuh cinta. Di Al Jama’ah, ukhuwah menjadi bahasa yang menyatukan dunia dan akhirat.
Ukhuwah adalah teras rumah besar kita—Al Jama’ah—tempat setiap jiwa menemukan makna hidup. Di sana kita belajar mencintai karena Allah dan berjuang tanpa pamrih. Di sanalah kita dibentuk menjadi pribadi yang lembut namun tegas, kuat namun rendah hati. Semoga ukhuwah ini membawa kita hingga berkumpul kembali di surga, sebagai satu keluarga yang tak terpisahkan.[BA]