Surga Bukan untuk Mereka yang Malas Ibadah


PELITA MAJALENGKA
- Surga bukanlah tempat yang murah, bukan pula balasan bagi mereka yang bermalas-malasan dalam menaati Allah. Surga adalah mahkota kemuliaan yang hanya pantas dikenakan oleh mereka yang bersungguh-sungguh beribadah, bahkan ketika tubuh letih, mata berat, dan dunia terus menggoda. Jika kita berharap akhir yang indah namun malas melangkah menuju cahaya, itu bukan harapan, tapi angan kosong yang menyesatkan. Bagaimana mungkin seseorang yang tidur lelap dalam kelalaian bisa berharap tidur damai di taman-taman keabadian?

Setiap rakaat yang kita dirikan, setiap ayat yang kita lantunkan, setiap sujud yang kita persembahkan—semuanya adalah tangga menuju surga. Mereka yang lalai dalam ibadah ibarat menolak undangan Allah dengan sikap acuh. Bayangkan, ketika Tuhan semesta alam memanggil, lalu kita memilih sibuk dengan dunia? Tidakkah hati ini gentar, tidakkah ruh ini bergetar? Bukankah hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dalam kemalasan spiritual?

Allah tidak meminta kita menjadi sempurna, tapi Allah mencintai hamba-Nya yang berjuang melawan rasa malas demi mendekat pada-Nya. Malas bukanlah alasan, tetapi ujian yang harus dikalahkan. Orang yang malas shalat hari ini mungkin akan menyesal saat tubuh terbujur kaku dan tak lagi mampu bersujud. Dan penyesalan di alam kubur tak akan pernah mendapat kesempatan kedua. Maka sebelum nyawa sampai di tenggorokan, bangkitlah!

Lihatlah para sahabat Nabi, mereka tidak pernah menjadikan kesibukan dunia sebagai alasan untuk meninggalkan ibadah. Dalam medan perang pun mereka tidak lalai shalat. Lalu kita yang hanya bergelut dengan rutinitas biasa, bagaimana bisa begitu mudah meninggalkan perintah Allah? Apakah hati ini telah mati, atau hanya tertidur dalam buaian nafsu yang memabukkan?

Malas ibadah bukan hanya masalah waktu, tetapi masalah iman. Ketika cinta kepada Allah memudar, ibadah menjadi beban. Tapi ketika hati dipenuhi cinta Ilahi, ibadah menjadi kebutuhan. Tak ada waktu yang terlalu sibuk, tak ada tubuh yang terlalu lelah, bila cinta pada Allah telah mengakar dalam dada. Maka, rawatlah iman dengan ibadah, bukan hanya saat sempat, tapi jadikan sebagai prioritas hidup.

Setan tak perlu membuatmu kafir, cukup membuatmu malas beribadah, maka dia sudah menang. Karena dia tahu, orang malas ibadah akan perlahan jauh dari hidayah, hingga akhirnya tenggelam dalam kelalaian. Jangan beri celah pada musuh yang nyata itu. Bangun, lawan kantuk, tinggalkan ranjang empuk, dan kejarlah surga dengan peluh dan doa!

Waktu tak menunggu kita siap. Setiap detik yang berlalu adalah jatah hidup yang habis. Mereka yang menunda ibadah hari ini mungkin tidak punya hari esok. Maka jangan tunda taubat, jangan tunda shalat, jangan tunggu hidayah datang, karena bisa jadi hidayah sedang menunggu kita bergerak dulu. Mulailah dari sekarang, dari rakaat yang sederhana, dari istighfar yang tulus.

Jangan iri melihat mereka yang tampak tenang dan penuh cahaya, jika dirimu enggan bersujud. Cahaya itu tidak datang tiba-tiba, tapi dibangun dari malam-malam yang dingin dan dahi yang melekat pada sajadah. Mereka membayar harga ketenangan itu dengan ibadah yang istiqamah, dengan airmata yang jatuh dalam sunyi. Kita pun bisa, asal mau memulai dan berjuang.

Akhirnya, ingatlah—surga tidak butuh kita, tapi kitalah yang sangat butuh surga. Jangan sampai ketika kaki tak lagi mampu berdiri, dan waktu sudah tak bisa diulang, kita menangis penuh sesal karena terlalu malas untuk taat. Surga terlalu indah untuk diimpikan tanpa amal. Maka, kuatkan hati, bangkitkan tekad, dan jadikan ibadah sebagai napas kehidupan. Karena surga bukan untuk mereka yang malas ibadah.[BA]