Bayangkan seorang anak kecil bernama Yusuf, berusia 9 tahun, tertimbun reruntuhan rumahnya di Gaza. Tangannya masih menggenggam mushaf kecil yang lusuh. Ayah dan ibunya telah syahid sehari sebelumnya akibat bom pintar buatan manusia dungu. Suaranya tidak lagi terdengar. Tapi ruhnya memekik di langit, menyeru dunia Islam: "Sampai kapan kalian diam?"
Israel, dengan topeng demokrasi dan slogan HAM, menebar api di tanah para Nabi. Mereka menampar dunia dengan kebohongan sistematis, menjual narasi ‘pembelaan diri’ sembari menghancurkan rumah sakit, masjid, bahkan sekolah. Mereka menanam kebencian, menuai penderitaan, dan menyiraminya dengan darah anak-anak Palestina.
Namun ketahuilah, wahai umat Islam, dari puing-puing kehancuran itu, justru bangkit ruh jihad yang tak bisa dibungkam. Tangisan Gaza bukan kelemahan. Ia adalah dentuman yang membangunkan nurani umat dari tidur panjang. Ia adalah bara jihad yang menghanguskan tipu daya musuh.
“Dan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, janganlah kamu mengira mereka mati; bahkan mereka hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169)
Wajah dunia bisa saja membisu. Lembaga-lembaga internasional bisa saja bungkam. Namun langit tidak. Setiap bom yang jatuh ke bumi Palestina, mengangkat ribuan doa ke langit. Setiap tetes darah syuhada adalah tinta yang menulis sejarah kebangkitan umat ini. Mereka tidak kalah, justru merekalah pemenangnya. Karena mereka memilih kehormatan daripada ketundukan. Mereka memilih syahid daripada hidup dalam hina.
Zionis Israel bukan sekadar penjajah tanah. Mereka adalah penjajah nurani, pemerkosa martabat, perampas masa depan. Mereka bukan hanya membunuh dengan senjata, tapi juga dengan berita palsu, dengan diplomasi busuk, dengan embargo dan pemboikotan yang membunuh perlahan. Mereka ingin Palestina lenyap, bukan dari peta, tapi dari ingatan umat Islam.
Namun mereka salah. Sangat salah. Palestina adalah darah kita. Al-Aqsha adalah jantung kita. Tak akan pernah hilang dari dada-dada yang masih berdetak karena iman. Dari setiap pojok bumi, muncul suara-suara tak terlihat yang menantang penjajahan: di Indonesia, di Turki, di Pakistan, di Yaman, di Suriah, bahkan di jantung negeri-negeri Barat sendiri. Suara-suara yang menggema: “Kami tidak akan diam. Kami tidak akan tunduk. Kami akan bangkit!”
Wahai umat Islam! Jangan hanya menangis di depan layar. Jangan hanya menggenggam doa dalam hening. Saatnya menyalakan api jihad — dengan lisan, tulisan, harta, dan jika perlu, dengan jiwa. Karena musuh tidak pernah tidur. Mereka membentuk aliansi, menyusun strategi, mengatur ekonomi dunia, menguasai media, merusak generasi dengan budaya hedonisme dan racun liberalisme.
Kita butuh lebih dari sekadar belas kasihan. Kita butuh gerakan. Kita butuh persatuan. Kita butuh ruh jihad yang menyala di dada seperti dahulu para sahabat menyalakan obor kemenangan dari Madinah hingga Syam.
Saudaraku… ini bukan hanya tentang Palestina. Ini tentang harga diri umat Islam. Ini tentang cinta kita pada Rasulullah SAW. Ini tentang cinta kita pada Al-Qur’an, pada Al-Aqsha, pada syariat yang dicabik oleh tangan-tangan biadab.
Zionis Israel bisa menghancurkan bangunan, tapi tidak bisa menghancurkan keyakinan. Mereka bisa membunuh manusia, tapi tak bisa membunuh ruh jihad. Mereka bisa menipu dunia, tapi tak bisa menipu langit. Dan langit telah mencatat segala kebiadaban mereka. Akan tiba waktunya, kaum tertindas akan mengangkat kepala, dan kaum zalim akan memohon belas kasihan yang tak akan pernah datang.
Bangkitlah wahai umat Islam. Mari kita bersatu dalam cinta, dalam duka, dalam doa dan dalam jihad. Mari gemakan kembali kalimat yang membuat musuh gemetar:
“Allahu Akbar! Laa ilaha illallah. Muhammadur Rasulullah.”
Takbir yang keluar dari dada orang-orang beriman lebih kuat daripada roket tercanggih musuh. Karena sesungguhnya kemenangan bukan milik mereka yang punya kekuatan duniawi, tapi milik mereka yang punya iman dan keberanian menjemput syahid.
Dan pada hari itu, dunia akan tahu:
Bahwa srigala berbulu domba itu akhirnya jatuh oleh doa anak-anak yang menggenggam langit dengan keimanan.[BA]