PELITA MAJALENGKA - Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi, tantangan moral dan spiritual semakin kompleks. Generasi muda menghadapi gelombang informasi tanpa batas, yang kadang mengaburkan nilai-nilai luhur agama dan budaya. Di sinilah Madrasah Diniyah dan pesantren hadir bukan sekadar sebagai institusi pendidikan, tetapi sebagai benteng peradaban dan penjaga cahaya keimanan.
Madrasah Diniyah dan pesantren memiliki posisi strategis dalam membentuk karakter generasi Qur’ani — generasi yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga kuat spiritual, luhur akhlak, dan kokoh prinsip hidupnya. Kedua lembaga ini saling melengkapi dan saling menguatkan, ibarat dua sayap yang membawa anak bangsa terbang lebih tinggi menuju kebaikan hakiki.
Pendidikan Ruhani yang Menghidupkan Jiwa
Madrasah Diniyah mengajarkan dasar-dasar agama Islam sejak usia dini. Di sinilah anak-anak mengenal Allah, mencintai Rasul, dan mulai akrab dengan Al-Qur’an. Mereka belajar salat, doa, adab harian, hingga membaca dan menghafal ayat-ayat suci. Inilah pondasi spiritual yang kokoh, tempat segala ilmu dunia bertumpu.
Sementara itu, pesantren adalah kawah candradimuka pendidikan Islam yang lebih mendalam dan komprehensif. Di pesantren, para santri tidak hanya belajar fiqih, tafsir, hadits, dan bahasa Arab, tetapi juga dilatih hidup dalam kedisiplinan, kebersamaan, kemandirian, serta kepemimpinan.
Ketika Madrasah Diniyah dan pesantren bersinergi, maka yang terbangun bukan hanya generasi yang mengerti agama secara ritual, tetapi juga memahami Islam sebagai jalan hidup yang utuh, menyentuh sisi akal, hati, dan perilaku.
Menjawab Tantangan Zaman dengan Akhlak Qur’ani
Generasi Qur’ani adalah jawaban dari krisis akhlak yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Mereka adalah anak-anak yang hatinya terpaut pada masjid, lidahnya basah oleh dzikir, dan perilakunya terinspirasi langsung dari teladan Rasulullah.
Sinergi antara Madrasah Diniyah dan pesantren mampu membentuk pribadi seperti itu. Di lembaga ini, nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, kerja keras, kasih sayang, dan hormat kepada orang tua dan guru bukan hanya diajarkan, tapi diteladankan.
Dalam banyak kisah nyata, kita menyaksikan anak-anak yang berasal dari latar belakang keluarga sederhana, bahkan tak jarang serba kekurangan, berhasil tumbuh menjadi sosok inspiratif — dai muda, penghafal Qur’an, guru agama, bahkan pemimpin masyarakat. Mereka lahir dari rahim pesantren dan Madrasah Diniyah. Mereka adalah bukti nyata bahwa pendidikan agama mampu mengubah nasib, bukan hanya dunia tapi juga akhirat.
Peran Semua Pihak: Bersama Membangun Peradaban
Sinergi ini tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan semua pihak: orang tua, masyarakat, pemerintah, dan para pengasuh pondok. Orang tua perlu menanamkan cinta pada ilmu agama sejak dini dan bersedia menyekolahkan anak-anaknya ke lembaga yang menjaga nilai Qur’ani.
Masyarakat perlu memberi ruang bagi tumbuhnya budaya religius, mendukung kegiatan keagamaan, dan tidak memandang remeh lulusan pesantren atau Madrasah Diniyah. Justru, mereka inilah yang membawa harapan akan masa depan bangsa yang lebih bermoral.
Pemerintah pun harus hadir lebih kuat. Tidak cukup hanya dengan pengakuan formal, tapi juga pemberdayaan nyata: dukungan anggaran, pelatihan guru diniyah, peningkatan sarana pesantren, serta penguatan kurikulum yang relevan dengan zaman.
Bila semua unsur saling menggenggam, maka akan lahir sistem pendidikan Islam yang tidak hanya bertahan, tapi melesat maju — kuat dalam ilmu, teguh dalam iman, dan indah dalam akhlak.
Mari Kita Bergerak
Kini saatnya semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Islam — pengasuh pesantren, guru Madrasah Diniyah, orang tua, tokoh masyarakat, dan pemerintah — bergerak bersama. Jangan biarkan anak-anak tumbuh dalam kekosongan ruhani. Jangan biarkan nilai Qur’an hanya tersimpan di rak mushaf, tanpa menetes dalam jiwa generasi muda kita.
Bangun sinergi yang kokoh. Jadikan Madrasah Diniyah sebagai fondasi, dan pesantren sebagai rumah pembentukan jiwa. Bersama kita bangun generasi Qur’ani — generasi yang menjadi pelita di zaman kegelapan, generasi yang menjadi rahmat bagi semesta.
Karena pada akhirnya, investasi terbaik bukanlah pada harta, tetapi pada anak-anak yang shalih, yang setiap langkahnya diwarnai Al-Qur’an, dan setiap ucapannya mencerminkan cinta pada agama.[Ba]