Ketika Zina Dianggap Biasa: Tanda Hati Telah Mati


PELITA MAJALENGKA - 
Miris. Itulah kata pertama yang terlintas di benak saat menyaksikan fenomena menyedihkan di zaman ini: zina tak lagi dianggap sebagai dosa besar. Ketika seorang anak laki-laki menghamili anak perempuan orang lain, sebagian orang tua justru menanggapinya dengan tawa ringan, "Namanya juga anak muda." Bahkan ada yang bangga dengan kejantanan sang anak. Tak ada rasa malu, tak ada penyesalan, apalagi rasa takut kepada Allah. Padahal, zina adalah dosa besar yang mengundang murka-Nya.

Nabi Muhammad bersabda, "Tidaklah seorang pezina berzina saat ia berzina dalam keadaan beriman." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan betapa besar dan kotornya dosa zina, hingga ketika ia melakukannya, imannya terlepas sejenak darinya. Namun hari ini, zina menjadi tontonan, candaan, bahkan dianggap sebagai ekspresi cinta. Lebih tragis lagi, para pelakunya tak merasa bersalah. Orang tua pun tak merasa bersedih.

Bukankah ini tanda zaman telah bergeser? Bukankah ini cerminan generasi yang telah kehilangan malu dan takut kepada Allah? Generasi yang lebih takut kehilangan pacar daripada kehilangan ridha Rabb-nya. Generasi yang lebih takut tidak kekinian daripada terjerumus ke dalam dosa besar yang merusak diri, keluarga, dan masyarakat.

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah perbuatan kaum Luth." (HR. Tirmidzi)

Zina dan pergaulan bebas hari ini telah merajalela, bahkan dianggap sebagai hak pribadi. Media, hiburan, dan budaya pop semakin menormalisasi hubungan di luar nikah. Orang tua lalai mendidik anak dengan iman dan akhlak. Pendidikan seks dijadikan solusi, tapi pendidikan takwa diabaikan. Padahal, benteng sejati dari zina adalah takut kepada Allah dan menjaga malu di hadapan-Nya.

Zina bukan hanya dosa besar, ia adalah petaka besar. Ia menghancurkan masa depan anak-anak muda, menumbuhkan anak-anak tanpa ayah, merusak silsilah nasab, dan menimbulkan aib yang panjang. Dalam Al-Qur’an, Allah memperingatkan dengan keras:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَىٰ ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Qs. Al-Isra: 32)

Zina itu bukan hanya soal hubungan fisik. Mata yang jelalatan, chatting yang penuh syahwat, sentuhan tanpa ikatan halal—semuanya adalah pintu menuju kehancuran. Saat masyarakat menganggap biasa, maka tunggulah saat azab Allah datang. Ketika zina sudah dianggap hal lumrah, maka kehancuran sudah di ambang pintu.

Wahai orang tua, jangan bangga jika anak laki-lakimu menjadi ‘jagoan’ menaklukkan hati gadis orang. Didiklah anak-anakmu untuk takut kepada Allah. Banggakan mereka saat mampu menjaga diri, menundukkan pandangan, dan menjaga kehormatan. Wahai ibu, jangan tutupi dosa anakmu dengan kalimat, "Namanya juga anak muda." Tapi tutuplah aibnya dengan taubat dan bimbingan, sebelum aib itu ditampakkan Allah kelak di akhirat.

Sudah saatnya kita bangkit. Menangislah untuk dosa-dosa yang telah dianggap biasa. Menangislah jika kita telah menjadi generasi yang tidak lagi menangis karena dosa. Karena jika hati sudah tak merasa berdosa, itu tandanya hati sedang sekarat—bahkan mungkin sudah mati.

Zaman ini sedang sakit. Sakit yang paling parah: ketika kemaksiatan justru dijadikan kebanggaan. Ketika anak laki-laki berbuat zina, sebagian orang tua bukannya marah dan menangis, tapi malah membela dan berkata, “Itu urusan pribadi.”

Bahkan ada yang berkata, “Yang penting tanggung jawab.” Seakan zina bukan lagi aib, tapi hanya kesalahan kecil yang bisa diselesaikan dengan mahar dan akad nikah. Padahal, luka yang ditorehkan oleh zina tidak hanya menyakiti satu jiwa, tapi merobek kehormatan, menjatuhkan harga diri, dan membuka pintu kehancuran masyarakat.

Di mana tangis seorang ayah ketika anaknya merusak kehormatan anak gadis orang lain? Ke mana rasa malu seorang ibu saat anak lelakinya menyebar benih di luar ikatan halal? Tidakkah kita ingat, bahwa dosa zina itu azabnya tidak hanya di akhirat, tapi juga menyiksa di dunia?

Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan,

ٱلزَّانِي لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً ۖ وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ

"Laki-laki yang berzina tidak menikah melainkan dengan perempuan yang berzina atau perempuan musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik. Dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman." (Qs. An-Nur: 3)

Zina bukan kebanggaan, tapi kehinaan. Zina bukan kebebasan, tapi penjara jiwa. Zina bukan sekadar perbuatan fisik, tapi dosa besar yang mengundang laknat Allah dan membuat hidup tidak lagi berkah.

Berapa banyak anak yang lahir tanpa tahu siapa ayahnya? Berapa banyak wanita yang terluka, depresi, bahkan kehilangan masa depan karena perbuatan yang dianggap “biasa” oleh para pelakunya? Dan berapa banyak lelaki muda yang seharusnya menjadi pelindung, malah menjadi perusak?

Generasi ini kehilangan rasa takut. Padahal takut kepada Allah adalah benteng terakhir kehormatan manusia. Dulu, para ulama dan orang shalih menangis berhari-hari hanya karena terlintas bisikan maksiat di hati. Hari ini, anak-anak muda melakukannya terang-terangan tanpa rasa malu.

Wahai para ayah, tidakkah kalian ingin anak laki-lakimu menjadi penjaga kehormatan perempuan, bukan perusaknya? Wahai para ibu, tidakkah kalian ingin anakmu menjadi pemimpin rumah tangga yang suci, bukan pemilik aib yang tersembunyi?

Jangan bangga jika anakmu pandai merayu. Jangan bangga jika anakmu "laku" di kalangan perempuan. Banggalah saat anakmu mampu menjaga pandangannya, menahan syahwatnya, dan menjauhi zina demi taat kepada Rabb-nya.

Mari kita tangisi dosa-dosa yang pernah dianggap biasa. Mari kita kembali menghidupkan rasa malu. Karena jika rasa malu telah hilang, kehancuran tinggal menunggu waktu.

Nabi bersabda, "Jika kamu tidak merasa malu, maka berbuatlah sesukamu." (HR. Bukhari)

Hadis ini bukan perintah untuk bebas berbuat, tapi sindiran tajam bagi siapa pun yang tak lagi mengenal malu. Karena rasa malu adalah cahaya iman. Ketika ia padam, hati menjadi gelap, akhlak rusak, dan hidup tak lagi punya arah.

Ya Allah... jangan jadikan kami bagian dari generasi yang menganggap zina sebagai biasa. Bangkitkan kembali rasa malu dalam hati kami. Hidupkan kembali ketakutan kami kepada-Mu. Jadikan kami orang tua yang menangis jika anak kami terjerumus, bukan yang tertawa dan menertawakan maksiat. Bimbing kami dan anak keturunan kami agar tetap dalam penjagaan syariat-Mu hingga akhir hayat.

Ya Allah, hidupkan hati kami kembali. Pakaikan rasa malu di tubuh kami. Jadikan kami generasi yang takut kepada-Mu. Jangan biarkan kami menjadi generasi yang menertawakan zina dan menangisi akibatnya di neraka nanti. Aamiin.[BA]