Menjadi Bagian dari Hizbullah: 9 Pokok Amalan yang Membangun Peradaban Islam


PELITA MAJALENGKA
- Di tengah arus zaman yang semakin cepat dan deras, umat Islam membutuhkan panduan yang kokoh untuk tetap berada dalam jalan Allah. Di sinilah hadirnya Hizbullah, yakni kelompok Allah yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai golongan yang akan menang (Qs. Al-Mujadilah: 22). 

Hizbullah bukanlah nama kelompok sempit, melainkan sebuah identitas spiritual dan sosial bagi mereka yang menjadikan Allah sebagai tujuan, Rasul sebagai teladan, dan Islam sebagai jalan hidup secara total.

Berikut adalah sembilan pokok amalan Hizbullah yang harus menjadi pegangan hidup setiap Muslim yang menginginkan kejayaan umat dan keridhaan Allah. Sembilan nilai ini bukan hanya sekadar teori, tetapi ruh dalam ber-Jama'ah, landasan dalam ber-Imam, dan cahaya dalam membimbing umat.

1. Jama'ah Muslimin (Hizbullah): Syariat Islam, Bukan Politik

Hizbullah menjadikan syariat Islam sebagai satu-satunya jalan hidup, bukan jalan politik. Perjuangan mereka bukan untuk kekuasaan duniawi, tetapi untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi ini. Mereka sadar bahwa Islam adalah agama yang menyeluruh dan sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan, bukan sekadar alat untuk berkuasa.

Jama’ah Muslimin (Hizbullah) tidak memisahkan ibadah dari kehidupan sosial, tidak menceraikan antara shalat dengan ekonomi, dan tidak menjadikan syariat sebagai simbol belaka. Mereka menolak pendekatan politik pragmatis yang seringkali menjual agama demi kepentingan kelompok. Hizbullah hadir untuk menegakkan Islam dalam kejujuran, keikhlasan, dan kesungguhan hati.

Jama'ah Muslimin (Hizbullah) menjadikan Islam sebagai jalan hidup yang utuh dan menyeluruh, tanpa menjadikannya alat untuk kepentingan politik duniawi. Syariat adalah pedoman utama, bukan sekadar slogan atau simbol. Mereka berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah, menolak pragmatisme politik yang seringkali menyimpangkan arah perjuangan.

Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata, "Agama dan kepemimpinan adalah dua saudara kembar. Agama adalah pondasinya, dan kekuasaan adalah penjaganya. Sesuatu tanpa pondasi akan runtuh, dan penjaga tanpa agama akan tersesat." Maka, Hizbullah berdiri bukan di atas ambisi politik, melainkan atas dasar pengabdian kepada Allah.

2. Sentral: Kepemimpinan di Tangan Imam

Salah satu kekuatan terbesar Hizbullah adalah adanya sentralisasi kepemimpinan di tangan Imam. Dalam Islam, kehidupan berjama’ah tidak akan sempurna tanpa adanya pemimpin yang ditaati. Imam bukan sekadar pemimpin struktural, tapi pemegang amanah untuk memimpin umat dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dengan adanya Imam, arah perjuangan umat menjadi jelas. Tidak tercerai-berai, tidak saling bertentangan, dan tidak berjalan tanpa tujuan. Imam menjadi pusat yang menyatukan semua unsur dalam Jama’ah, dan memastikan bahwa setiap langkah tetap berada di atas manhaj yang benar.

Kepemimpinan adalah jantung Jama’ah. Tanpa Imam, umat akan bercerai-berai. Hizbullah mengedepankan konsep kepemimpinan yang sentral, yaitu adanya satu Imam yang ditaati dalam urusan jama’ah dan syariat. 

Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Barangsiapa mati dalam keadaan tidak memiliki bai’at kepada Imam, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah” (HR. Muslim).

Para ulama seperti Imam Nawawi menegaskan pentingnya eksistensi seorang pemimpin dalam menjaga kesatuan dan keteraturan umat. Imam adalah pengarah, pengayom, dan penjaga kemurnian perjuangan. Tanpa sentralitas, gerakan akan mudah terombang-ambing.

3. Taat: Kunci Keberhasilan Jama'ah

Ketaatan adalah tali pengikat dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah). Tanpa taat, Jama’ah akan hancur. Ketaatan kepada Allah, kepada Rasul, dan kepada ulil amri (pemimpin) adalah perintah langsung dari Al-Qur’an (Qs. An-Nisa: 59). Namun ketaatan ini tidak buta, melainkan taat dalam kebaikan dan syariat, bukan dalam maksiat.

Dalam Hizbullah, taat berarti tunduk dengan kesadaran, patuh dengan cinta, dan melaksanakan keputusan dengan keikhlasan. Ketaatan bukan paksaan, melainkan hasil dari kesadaran akan pentingnya persatuan dan keberkahan dalam berjama’ah.

Ketaatan adalah ruh dari kekuatan Jama’ah. Tanpa taat kepada Allah, Rasul, dan Imam dalam hal kebaikan, barisan akan porak-poranda. Dalam Islam, ketaatan bersifat hirarkis dan dibingkai oleh syariat. Sebagaimana firman Allah dalam Qs. An-Nisa ayat 59, “Taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kalian.”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ketaatan kepada pemimpin berlaku selama tidak memerintahkan maksiat. Hizbullah memahami ini sebagai pijakan dalam menjalankan perintah Imam dalam urusan amal Jama’ah, agar semua langkah terkoordinasi dan sinergis.

4. Tertib: Menjaga Keteraturan dalam Amal

Tertib adalah ciri orang beriman. Allah menciptakan alam semesta dengan keteraturan. Matahari terbit dan terbenam dengan tertib. Maka umat Islam juga harus menjadikan keteraturan sebagai budaya. Dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), setiap amal harus tertib: dalam waktu, tempat, dan urutan.

Tertib berarti menjalankan tugas sesuai perintah, tidak mendahului dan tidak pula menunda. Jama’ah yang tertib mencerminkan kedisiplinan ruhani yang kuat, tidak mudah goyah oleh kekacauan, dan tidak mudah terseret oleh emosi sesaat. Inilah kunci kestabilan dalam perjuangan Islam.

Tertib dalam Islam bukan sekadar rapi dalam barisan, tetapi juga dalam niat, strategi, dan pelaksanaan amal. Hizbullah menjaga keteraturan dalam manajemen waktu, struktur kegiatan, dan pelaporan amal.

Imam Al-Syafi’i rahimahullah pernah berkata, “Tertib dalam amal mencerminkan kebersihan jiwa dan kekuatan ilmu.” Amal yang tertib adalah cermin dari kedewasaan hidup dalam Jama’ah. Ia menjamin efektivitas kerja dakwah dan menjaga umat dari kekacauan. Ketertiban menjadi tameng dari kelalaian, dan menjadi ciri khas kelompok yang serius dalam menegakkan agama.

5. Disiplin: Amal yang Konsisten

Disiplin adalah buah dari iman yang kuat. Dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), disiplin bukan hanya dalam soal waktu atau administrasi, tapi juga dalam menjaga akhlak, adab, dan semangat amal. Mereka tidak bekerja hanya saat diawasi, tetapi terus bergerak karena Allah senantiasa melihat.

Disiplin juga menunjukkan kesungguhan dalam menegakkan syariat. Tanpa disiplin, niat yang baik bisa rusak karena amal yang sembarangan. Hizbullah menanamkan nilai ini sejak awal, agar umat memiliki karakter yang tangguh dan tidak mudah lelah dalam perjuangan panjang.

Disiplin bukan hanya soal hadir tepat waktu, tetapi juga tanggung jawab dalam menyelesaikan amanah, komitmen dalam menjaga akhlak, dan konsistensi dalam perjuangan. Hizbullah menanamkan disiplin sebagai karakter dasar yang tak bisa ditawar.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan, “Disiplin adalah tanda kebersihan hati dan kesungguhan niat dalam beramal.” Jama’ah tanpa disiplin akan mudah rapuh. Karena itu, Jama’ah Muslimin (Hizbullah) melatih umatnya untuk menjaga ritme amal secara berkesinambungan dan konsisten di setiap lini perjuangan.

6. Teras: Ukhuwah sebagai Inti Jama'ah

Apa yang menjadi pondasi dari Jama’ah Muslimin (Hizbullah)? Jawabannya adalah ukhuwah, persaudaraan yang tulus karena Allah. Tanpa ukhuwah, Jama’ah hanya kumpulan fisik tanpa ruh. Jama’ah menjadikan ukhuwah sebagai teras, sebagai pondasi tempat berdirinya bangunan perjuangan.

Ukhuwah bukan hanya saling sapa dan senyum. Ia adalah saling menolong, saling menasihati, saling menutupi aib, dan saling mendoakan dalam kesendirian. Ketika ukhuwah hidup, maka perpecahan akan mati. Jama’ah Muslimin (Hizbullah) menjadikan ukhuwah sebagai energi utama dalam membangun peradaban Islam.

Ukhuwah adalah jantung Jama’ah. Hizbullah menjadikannya sebagai teras utama perjuangan—tanpa ukhuwah, tidak akan lahir sinergi dan kekuatan.

Imam Hasan Al-Banna mengatakan, “Kekuatan pertama dalam kebangkitan umat adalah kekuatan persaudaraan.” Ukhuwah dalam Jama’ah bukan sekadar basa-basi, tapi benar-benar saling menguatkan, saling mendoakan, dan saling menutupi kekurangan. Hizbullah membangun atmosfer cinta karena Allah, yang menjadikan perbedaan sebagai kekayaan, bukan perpecahan. Di sinilah kekuatan batin Jama’ah Muslimin (Hizbullah) terbangun.

7. Prioritas: Mendahulukan Allah dan Rasul (Qs. At-Taubah: 24)

“Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu… lebih kamu cintai daripada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya…” (Qs. At-Taubah: 24)

Ayat ini adalah dasar pokok bagi Hizbullah dalam menetapkan skala prioritas hidup. Mereka mendahulukan Allah dan Rasul-Nya atas semua urusan dunia. Keluarga, harta, jabatan, bahkan nyawa sendiri tidak lebih penting dari perjuangan di jalan Allah.

Inilah yang membuat Hizbullah kokoh: mereka tidak mudah digoda dunia. Mereka punya fokus yang jelas, dan hati yang penuh cinta kepada Allah. Dengan prioritas yang benar, mereka melangkah tegak, tidak ragu, dan tidak silau oleh gemerlap dunia yang semu.

Hizbullah mengajarkan bahwa hidup adalah tentang memilih prioritas yang benar. Qs. At-Taubah: 24 menjadi fondasi dalam menentukan bahwa Allah dan Rasul harus lebih utama dari segalanya.

Imam Ibnu Taimiyah menegaskan, “Cinta kepada Allah dan Rasul adalah dasar bagi seluruh amal.” Mereka yang memilih dunia di atas agama, maka akan kehilangan keduanya. Namun mereka yang memilih Allah, akan mendapatkan dunia dan akhirat. Prioritas dalam hidup Hizbullah adalah menjadikan agama sebagai panglima, bukan hanya pelengkap.

8. Rotasi: Dinamika Amanah dan Kaderisasi

Dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), jabatan bukan tujuan, tapi amanah. Dan amanah itu harus terus berputar, agar tidak muncul kesombongan, monopoli, atau kelemahan. Prinsip rotasi dalam kepemimpinan adalah bentuk hikmah dan keadilan dalam Jama’ah.

Dengan rotasi, banyak kader baru muncul, banyak potensi terasah, dan Jama’ah tidak stagnan. Semua punya peluang untuk berkontribusi, bukan hanya menonton. Ini juga menghindari penyakit hati seperti iri, tamak, atau ingin terus di atas. Rotasi membentuk suasana saling percaya dan gotong-royong dalam bingkai syariat.

Rotasi dalam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) bukan sekadar teknis administratif, melainkan strategi dakwah yang mulia. Amanah bukan untuk dipertahankan mati-matian, tapi untuk ditunaikan sebaik-baiknya lalu diserahkan kepada yang lebih siap.

Imam Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah menulis bahwa “Amanah adalah titipan yang akan ditanya di akhirat, dan hendaknya diberikan kepada yang ahli dan layak.” Dengan rotasi, tidak terjadi stagnasi dan semua kader mendapatkan ruang belajar dan berkembang. Ini melahirkan iklim segar dalam Jama’ah, dan mematikan bibit-bibit kesombongan struktural.

9. Furqon: Kemampuan Membedakan yang Hak dan Batil

Terakhir, pokok amalan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) adalah Furqon, yaitu kemampuan membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Dalam zaman fitnah seperti sekarang, di mana kebenaran dan kebatilan sering samar, Hizbullah harus memiliki furqon yang tajam.

Furqon lahir dari iman yang dalam, ilmu yang lurus, dan hati yang bersih. Hizbullah tidak ikut arus, tapi memimpin arus. Mereka tidak kompromi terhadap batil, meskipun dibungkus dengan kemasan indah. Mereka tegas dalam prinsip, lembut dalam dakwah, dan bijak dalam tindakan.

Hizbullah menanamkan nilai Furqon sebagai penjernih dalam setiap sikap dan keputusan. Di zaman fitnah, furqon menjadi kompas yang membedakan mana kebenaran hakiki dan mana kebatilan yang disamarkan. Allah berfirman, “Jika kamu bertakwa kepada Allah, Dia akan memberikan kepadamu Furqon...” (Qs. Al-Anfal: 29).

Imam Asy-Syaukani mengatakan, “Furqon adalah cahaya dalam hati yang membuat seseorang mampu melihat hakikat suatu perkara.” Hizbullah melatih setiap anggota untuk jernih dalam berpikir, tegas dalam bersikap, dan adil dalam menilai, agar tidak mudah tertipu oleh syubhat dunia.

Menjadi Hizbullah Adalah Pilihan Hidup

Sembilan pokok amalan Hizbullah bukanlah teori kering. Ia adalah panduan hidup yang menghidupkan ruh perjuangan Islam. Dengan memahami dan mengamalkannya, Jama’ah akan kokoh, Imam akan kuat, dan umat akan bangkit dalam kemuliaan.

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Senantiasa akan ada dari umatku segolongan yang tampak di atas kebenaran, tidak membahayakan mereka siapa yang menghinakan mereka, hingga datang keputusan Allah.” (HR. Bukhari-Muslim).

Menjadi bagian dari Hizbullah bukan sekadar identitas, tetapi komitmen hidup. Ini bukan jalan nyaman, tapi jalan penuh perjuangan. Namun inilah jalan yang diridhai Allah, jalan yang dijanjikan kemenangan (Qs. Al-Mujadilah: 22).

Bagi Jama’ah, mari jadikan sembilan pokok ini sebagai nafas perjuangan. Bagi Imam dan para umara, jadilah pusat yang membimbing dengan adil dan bijak. Dan bagi seluruh umat, marilah kita kembali kepada nilai-nilai Islam yang murni, untuk membangun dunia yang penuh berkah dalam naungan ridha Allah.

Hizbullah bukan sekadar nama. Ia adalah karakter, jalan hidup, dan cita-cita tertinggi seorang Muslim. Mari bersama dalam barisan ini, barisan Allah, barisan yang dijanjikan kemenangan.

Penguatan dari Dalil dan Ulama:

  1. QS. Al-Baqarah: 2
    "Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa."
    → Hizbullah menjadikan Al-Qur’an sebagai kompas, bukan opini publik.

  2. Ibnu Taimiyah berkata:
    "Jalan yang benar adalah yang ditempuh oleh para nabi, bukan yang ramai diikuti oleh manusia."

  3. Nabi SAW bersabda:
    “Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana ia datang. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim)
    → Hizbullah bukan kelompok mayoritas yang hanya ikut-ikutan, tapi kelompok asing (ghuraba’) yang menjaga kemurnian agama.

Aplikasi Nyata dalam Kehidupan Jama’ah Muslimin (Hizbullah):

  • Dalam berpakaian: mereka tidak ikut tren fashion, tapi menjunjung adab dan syar’i.

  • Dalam politik: mereka tidak terseret agenda partai, tapi mengajak kepada sistem kepemimpinan Islam yang lurus.

  • Dalam ekonomi: mereka tidak larut dalam sistem riba dan kapitalisme, tapi membangun ekonomi jama’ah yang bersih dan adil.

  • Dalam pendidikan: mereka tidak sekadar mengejar ijazah dunia, tapi membina ruh keimanan dan akhlak Qurani.

Hizbullah bukan penonton dalam arus zaman, tapi navigator peradaban. Mereka hadir untuk mengoreksi, mengarahkan, dan menggerakkan umat ke jalan Allah. Mereka tidak populer di dunia, tapi mulia di langit. Mereka bukan pengekor arus, tapi pemimpin gelombang perubahan.

Mari kita menjadi bagian dari golongan ini. Jadilah Hizbullah sejati. Golongan yang tidak sekadar hidup, tapi menghidupkan Islam di tengah umat.[BA]