Herbal: Rizki dari Bumi, Obat dari Langit


PELITA MAJALENGKA
- Dalam kehidupan modern yang penuh dengan obat sintetis dan intervensi medis berteknologi tinggi, keberadaan tanaman herbal sering kali dipandang sebelah mata. Padahal, sejak zaman dahulu kala, herbal telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, khususnya dalam dunia pengobatan. 

Islam pun memberikan ruang besar terhadap pengobatan berbasis herbal yang bukan hanya bersumber dari bumi, tetapi juga menjadi sarana turunnya berkah dan rahmat dari langit. Maka tidak berlebihan jika herbal disebut sebagai rizki dari bumi, obat dari langit.

Herbal dalam Pandangan Al-Qur’an

Al-Qur’an mengandung banyak ayat yang menyiratkan betapa tumbuh-tumbuhan adalah bagian dari karunia Allah SWT untuk manusia. Salah satu ayat yang sangat jelas adalah:

“Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air itu tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 11)

Ayat ini menunjukkan bahwa berbagai tanaman yang tumbuh dari tanah adalah manifestasi rizki Allah SWT. Dalam ayat lain, Allah berfirman, “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi obat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman...” (QS. Al-Isra: 82)

Ayat ini memberikan pemahaman bahwa selain secara tekstual, Al-Qur’an juga bisa menjadi inspirasi untuk menggali potensi alam sebagai obat, terutama bagi orang yang beriman dan menggunakan akalnya untuk tadabbur terhadap ciptaan Allah.

Rasulullah dan Pengobatan Herbal

Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal menjaga kesehatan. Dalam Thibbun Nabawi (pengobatan ala Nabi), terdapat banyak catatan bahwa beliau menggunakan bahan-bahan herbal dalam pengobatan, seperti habbatus sauda (jinten hitam), madu, daun senna, dan minyak zaitun. 

Dalam hadis shahih, Rasulullah SAW bersabda, “Gunakanlah habbatus sauda, karena di dalamnya terdapat penyembuh bagi segala penyakit kecuali kematian.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi landasan penting dalam dunia pengobatan herbal Islam. Penggunaan herbal tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga sarat dengan nilai spiritual, karena mengikuti sunah Nabi ﷺ.

Herbal sebagai Bagian dari Fitrah

Herbal merupakan bagian dari ciptaan Allah yang alami, tidak melalui proses kimia berlebihan. Penggunaan tanaman herbal dalam pengobatan sejatinya adalah bentuk kembalinya manusia kepada fitrah—kepada alam yang diciptakan Allah dengan penuh hikmah. Dalam konteks ini, herbal bukan hanya berfungsi sebagai penyembuh, tetapi juga sebagai sarana tazkiyah (pensucian), baik jasmani maupun ruhani.

Manusia diciptakan dari tanah, dan dari tanah pula tumbuh berbagai jenis tanaman. Oleh karena itu, ada hubungan metafisik antara tubuh manusia dengan tanah dan tumbuh-tumbuhannya. Hal ini juga ditegaskan dalam ayat, “Darinya Kami ciptakan kamu, dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu, dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (QS. Thaha: 55)

Ilmu dan Riset Modern tentang Herbal

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia sains mulai mengakui keunggulan dan efektivitas pengobatan berbasis herbal. Banyak riset menunjukkan bahwa tanaman seperti jahe, kunyit, pegagan, sambiloto, dan lain-lain mengandung senyawa bioaktif yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. 

Bahkan banyak perusahaan farmasi besar kini mengembangkan obat-obatan berbasis bahan alam, karena efek sampingnya yang lebih kecil dibandingkan obat sintetis.

Contoh nyata adalah curcumin dalam kunyit yang terbukti secara ilmiah memiliki efek anti-inflamasi dan antioksidan. Demikian pula thymoquinone dalam habbatus sauda memiliki efek imunomodulator dan antikanker.

Obat dari Langit: Aspek Spiritual Pengobatan Herbal

Pengobatan herbal dalam Islam tidak sekadar memanfaatkan zat fisik tanaman, tetapi juga menyertakan doa, tawakal, dan keyakinan kepada kesembuhan dari Allah SWT. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa pengobatan bukan hanya soal bahan atau teknik, tetapi juga soal niat dan keimanan. Inilah yang menjadikan pengobatan herbal sebagai obat dari langit—karena ia menjadi sarana turunnya pertolongan Allah.

Dalam praktiknya, seorang Muslim yang berobat dengan herbal akan membaca basmalah, bershalawat, memohon kesembuhan, dan berikhtiar sesuai sunnah. Pengobatan ini menyatukan unsur bumi (tumbuhan) dan langit (doa dan tawakal), sehingga melahirkan dimensi pengobatan yang menyeluruh.

Herbal sebagai Bagian dari Ketahanan Kesehatan Umat

Di era modern yang rawan krisis kesehatan dan ekonomi, pemanfaatan herbal adalah bentuk kemandirian dan ketahanan umat Islam. Banyak negara Muslim yang kaya akan keanekaragaman hayati, namun belum mengoptimalkan potensi ini. Padahal, jika herbal diberdayakan dengan riset, pendidikan, dan kebijakan yang tepat, ia bisa menjadi solusi kesehatan yang murah, aman, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dalam konteks dakwah, pengembangan produk herbal juga bisa menjadi wasilah untuk mengenalkan Islam sebagai agama yang holistik, yang memperhatikan aspek jasmani dan ruhani secara seimbang.

Herbal adalah bagian dari karunia Allah yang tumbuh dari bumi, namun mengandung keberkahan langit. Ia bukan hanya sekadar obat, tetapi juga lambang dari harmoni antara ciptaan dan pencipta-Nya. Menggunakan herbal dengan niat yang benar, cara yang tepat, dan disertai doa serta tawakal, adalah bentuk penghambaan yang sesuai dengan fitrah manusia.

Maka, ketika kita meminum air rebusan daun, meneteskan minyak zaitun, atau menelan kapsul habbatus sauda, jangan lupa bahwa yang menyembuhkan bukan daun, bukan biji, bukan akar, tetapi Allah SWT yang Maha Menyembuhkan. Allah Ta'ala berfirman, “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS. Asy-Syu'ara: 80). Wallahu a’lam bish-shawab.[]