PELITA MAJALENGKA - Di balik keberhasilan setiap anak bangsa, selalu ada sosok guru yang berdiri dengan senyum, peluh, dan doa. Guru adalah lentera peradaban, pahlawan yang tak butuh sanjungan. Namun, seperti dua sisi mata uang, tak semua guru mampu menjaga kemuliaan profesinya. Ada guru yang amanah, yang menjaga marwahnya sebagai pendidik.
Tapi ada pula guru yang khianat, mencederai kehormatan profesi dengan kelalaian dan ketidaktulusan. Antara guru yang amanah dan guru yang khianat, terbentang jurang yang amat dalam—jurang yang menentukan nasib generasi dan arah masa depan bangsa.
Guru Amanah: Lentera Keberkahan Hidup
Seorang guru yang amanah memahami bahwa profesinya bukan sekadar pekerjaan, tetapi amanah ilahiyah. Ia mengajarkan bukan hanya untuk menggugurkan kewajiban, tetapi untuk menanamkan nilai kehidupan. Ia hadir bukan sekadar mengisi absen, melainkan mengisi akal dan jiwa anak-anak dengan ilmu dan cinta.
Guru yang amanah akan tiba di kelas dengan penuh semangat, meski hatinya mungkin dilanda letih. Ia tetap berdiri di hadapan murid-muridnya dengan sabar, meski honor tak sebanding dengan pengorbanannya. Sebab ia tahu, balasan sejati bukan dari manusia, melainkan dari Tuhan yang Maha Menilai.
Guru amanah mengajar dengan hati, mendidik dengan cinta, dan menasihati dengan kasih. Ia tidak hanya mengejar penyelesaian kurikulum, tetapi memastikan anak didiknya memahami esensi ilmu. Ia jujur dalam penilaian, adil dalam memberi tugas, dan rendah hati dalam mendampingi proses tumbuh kembang murid.
Dari tangan guru yang amanah, lahir generasi yang kuat akidahnya, cerdas akalnya, dan mulia akhlaknya. Mereka tak hanya pandai menulis dan berhitung, tapi juga mampu membedakan mana yang hak dan mana yang batil. Keberkahan hidup pun mengalir dalam kehidupan sang guru—rezeki yang cukup, anak-anak yang sholeh, dan nama baik yang harum di tengah masyarakat.
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..." (Qs. An-Nisa: 58)
Guru amanah adalah mereka yang menyampaikan amanat ilmu kepada yang berhak menerimanya, yaitu para murid, dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan.
Guru Khianat: Bara Kehancuran Generasi
Sebaliknya, guru yang khianat adalah mereka yang melupakan makna suci dari profesinya. Ia datang terlambat, pulang lebih cepat. Ia hanya hadir secara fisik, tetapi tidak hadir secara hati. Ia menjadikan ruang kelas sebagai tempat formalitas, bukan ruang transformasi.
Guru khianat menilai murid bukan dengan keadilan, tetapi berdasarkan selera. Ia menanamkan ilmu tanpa keikhlasan, memberi nilai tanpa kejujuran, dan bicara tanpa teladan. Ia abai terhadap potensi anak didiknya, membiarkan mereka tumbuh tanpa arah dan makna.
Lebih celaka lagi, ada guru yang menjadikan profesinya sebagai jalan mencari keuntungan pribadi: menjual soal ujian, menerima gratifikasi orang tua, atau bahkan mempermainkan nilai untuk kepentingan sesaat. Semua itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah besar yang telah dipundakkan padanya.
Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya...” (HR. Bukhari dan Muslim)
Guru yang khianat telah mengabaikan pertanggungjawaban besar di hadapan Allah. Ia bukan saja merugikan diri sendiri, tetapi juga menciptakan generasi rapuh, anak-anak yang kehilangan arah dan integritas.
Mengapa Keikhlasan Itu Penting?
Keikhlasan adalah ruh dari segala amal. Tanpa keikhlasan, ilmu yang diajarkan tak akan menembus hati. Tanpa keikhlasan, doa-doa untuk murid pun hanya akan menggantung di langit. Guru yang ikhlas mengabdi, meski tak dipuji, akan tetap menjadi inspirasi. Sebaliknya, guru yang bekerja hanya demi upah, tak akan pernah merasakan nikmatnya keberkahan dalam profesi.
Ikhlas menjadikan guru terus belajar, meski usianya bertambah. Ikhlas membuat guru bersabar, meski murid-muridnya kadang sulit diatur. Ikhlas melahirkan doa yang penuh cinta dan harapan bagi keberhasilan murid-muridnya.
Wahai guru, mari kita berkaca: apakah selama ini kita telah mendidik dengan hati, atau hanya menggugurkan kewajiban? Apakah kita datang ke sekolah karena cinta, atau hanya karena rutinitas?
Jika kita amanah, maka yakinlah bahwa sekecil apa pun kebaikan kita akan dicatat oleh Allah. Dan jika kita pernah khianat, segeralah bertobat. Masih ada waktu untuk memperbaiki diri. Sebab setiap guru akan dimintai pertanggungjawaban, bukan hanya atas apa yang dia ajarkan, tetapi juga bagaimana dia mengajarkannya.
Menjadi Guru yang Dirindukan Murid dan Didoakan Malaikat
Menjadi guru yang amanah bukan berarti sempurna. Tapi ia adalah pribadi yang selalu belajar, memperbaiki diri, dan menghadirkan cinta dalam proses belajar mengajar. Ia tidak hanya mengajar dengan papan tulis, tapi juga dengan keteladanan hidupnya.
Guru yang amanah akan dikenang dengan doa-doa para murid. Ia akan dirindukan, bahkan ketika telah tiada. Dan lebih dari itu, Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang mengajarkan kebaikan akan mendapatkan pahala tak terputus selama ilmunya diamalkan. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya termasuk amal dan kebaikan yang mengikuti seorang mukmin setelah kematiannya adalah ilmu yang dia ajarkan dan sebarkan...” (HR. Ibnu Majah)
Maka betapa agungnya menjadi guru yang amanah. Ia bukan hanya pencetak generasi, tapi juga pewaris pahala jariyah yang mengalir hingga akhirat.
Guru adalah Cermin Allah di Bumi
Guru yang amanah adalah perpanjangan tangan rahmat Allah di bumi. Ia hadir bukan sekadar sebagai pengajar, tetapi sebagai penyeru kepada jalan yang lurus. Ketika guru bersikap adil, murid belajar tentang keadilan. Ketika guru bersikap sabar, murid belajar tentang kesabaran. Ketika guru bersikap jujur, murid belajar tentang integritas.
Sebaliknya, jika guru bermalas-malasan, murid belajar bahwa hidup itu bisa dijalani tanpa tanggung jawab. Jika guru tidak adil, murid akan tumbuh dengan luka dan dendam. Jika guru bersikap kasar, murid akan kehilangan rasa hormat dan kasih sayang.
Ingatlah, setiap perkataan, sikap, dan keputusan kita sebagai guru, akan tercermin dalam kepribadian anak-anak kita kelak.
Pilihlah Jalan Mulia
Wahai para guru, dalam hidup ini, kita hanya punya dua pilihan: menjadi guru yang amanah atau menjadi guru yang khianat. Tak ada yang bisa berdiri di tengah. Dunia pendidikan bukan tempat bagi mereka yang setengah hati. Sebab dari lisan dan tindakan kita, masa depan generasi dipertaruhkan.
Mari kita jaga kemuliaan profesi ini dengan sebaik-baiknya. Jadilah guru yang menyalakan obor harapan. Jadilah guru yang memeluk murid-muridnya dengan kasih, meski mereka datang dengan luka. Jadilah guru yang menebar keberkahan, di bumi dan di langit.
Dan ketika kelak kita berpulang, semoga nama kita disebut dalam syukur anak-anak yang pernah kita didik, dan amal kita tetap mengalir dalam bentuk setiap huruf yang pernah mereka tulis, setiap doa yang mereka panjatkan, dan setiap keberhasilan yang mereka raih.
Sebagai penutup, ingatlah sabda Rasulullah SAW bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya." (HR. Bukhari)
Profesi guru, apalagi yang mendidik dengan nilai-nilai kebaikan dan ketauhidan, adalah jalan ke surga. Maka jangan kotori jalan itu dengan khianat. Mari terus melangkah di atas jalan yang lurus, dengan amanah dan keikhlasan.
Mari jadi guru yang dirindukan bumi dan dirahmati langi. Karena guru bukan sekedar pengajar, tapi penjaga cahaya.[BA]