Santunan Muharram: Bukti Nyata Cinta untuk Yatim dan Difabel di Lemahsugih

Santunan yatim dan difabel di halaman KUA Lemahsugih, Majalengka (foto: Darnas/KUA)
PELITA MAJALENGKALemahsugih - Senyum malu-malu menghiasi wajah-wajah kecil yang berdiri berbaris rapi di halaman Kantor Urusan Agama (KUA) Lemahsugih pada Jumat pagi, 4 Juli 2025. Mata mereka berbinar, menggenggam erat bingkisan dengan tangan mungil penuh harapan. 

Hari itu bukan hari biasa. Suasana terasa berbeda—hangat, menyentuh, dan penuh cinta. Sebanyak 38 anak yatim dan penyandang disabilitas menerima santunan dan bingkisan dalam rangka peringatan Lebaran Yatim dan Difabel, bertepatan dengan Muharram 1447 H.

Kegiatan ini adalah bagian dari gerakan nasional yang diinisiasi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia bekerja sama dengan BAZNAS, yang menyalurkan santunan serentak melalui KUA di seluruh Indonesia. Setiap penerima mendapatkan bingkisan, bukan hanya sebagai bentuk bantuan, tetapi sebagai simbol perhatian, kasih sayang, dan solidaritas sosial yang tulus dari umat untuk umat.

Di Lemahsugih, acara ini menjadi istimewa karena dihadiri oleh tokoh-tokoh penting yang menyatukan langkah dalam semangat kemanusiaan. Hadir dalam acara tersebut antara lain; Ade Anung Ilyaharja, Camat Lemahsugih, Dede Kusnadi Danramil, Nana Supriatna Kapolsek, dan juga Amir Hamdi, Kepala KUA serta Asep Setia Permana, Kepala Desa Lemahputih.

Kehadiran para pejabat tersebut bukan hanya pelengkap seremoni. Mereka datang, menyapa, berbincang, dan menyerahkan langsung santunan kepada para penerima. Ada kedekatan yang tulus. Ada empati yang nyata.

“Bukan hanya uang atau bingkisan. Tapi ini tentang cinta. Tentang kepedulian kita kepada anak-anak yatim dan saudara kita yang difabel,” ucap Amir Hamdi, S.Ag., Kepala KUA Lemahsugih dengan suara bergetar.

Momen ini menjadi pengalaman yang tak akan mudah terlupakan bagi yatim dan difabel Lemahsugih. Mereka menggenggam erat bingkisan yang diterima, tapi yang paling terkenang adalah pelukan hangat dan senyum lembut dari ibu-ibu pengurus yang menyerahkan bantuan. “Aku senang… serasa ada yang sayang sama aku,” bisik salah satu yatim pelan, dengan mata yang berkaca-kaca.

Bulan Muharram, bukan hanya memiliki nilai spiritual yang tinggi, tetapi juga telah lama dijadikan momentum untuk menebar kasih kepada anak-anak yatim. Tradisi ini, yang terus dihidupkan oleh umat Islam, kini diperkuat oleh program pemerintah yang menyentuh langsung ke daerah-daerah, hingga ke tingkat kecamatan seperti Lemahsugih Majalengka.

Camat Lemahsugih, Ade Anung Ilyaharja, dalam sambutannya menyampaikan, “Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi tanggung jawab moral kita semua. Kegiatan seperti ini harus terus dihidupkan, agar tidak ada anak yatim yang merasa sendiri.”

Saat satu per satu anak melangkah pulang dengan wajah berseri dan hati yang hangat, suasana di KUA Lemahsugih terasa begitu menggetarkan. Di antara doa-doa yang dilangitkan diam-diam, terselip harapan agar santunan seperti ini tidak berhenti menjadi rutinitas, melainkan menjadi budaya yang terus tumbuh di tengah masyarakat.

Di balik setiap bingkisan, terselip ketulusan. Di balik setiap ucapan selamat dan doa, tersimpan cinta yang tak terucapkan. Dan di balik setiap langkah kecil mereka yang menerima, ada harapan besar bahwa bangsa ini masih peduli, masih memiliki nurani, dan masih ingin berbagi.

Muharram kali ini bukan sekadar penanda hijrah kalender hijriyah, tapi juga hijrah hati—dari acuh menjadi peduli, dari diam menjadi bergerak, dari lupa menjadi cinta. Di Lemahsugih, cinta itu hadir. Nyata. Menyentuh. Dan insyaAllah, terus berlanjut.[BA]