Hari itu bukan hari biasa. Suasana terasa berbeda—hangat, menyentuh, dan penuh cinta. Sebanyak 38 anak yatim dan penyandang disabilitas menerima santunan dan bingkisan dalam rangka peringatan Lebaran Yatim dan Difabel, bertepatan dengan Muharram 1447 H.
Kegiatan ini adalah bagian dari gerakan nasional yang
diinisiasi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia
bekerja sama dengan BAZNAS, yang
menyalurkan santunan serentak melalui KUA di seluruh
Indonesia. Setiap penerima mendapatkan bingkisan,
bukan hanya sebagai bentuk bantuan, tetapi sebagai simbol perhatian, kasih
sayang, dan solidaritas sosial yang tulus dari umat untuk umat.
Di Lemahsugih, acara ini menjadi istimewa karena dihadiri
oleh tokoh-tokoh penting yang menyatukan langkah dalam semangat kemanusiaan.
Hadir dalam acara tersebut antara lain; Ade Anung Ilyaharja, Camat Lemahsugih, Dede Kusnadi
Danramil, Nana Supriatna Kapolsek, dan juga Amir Hamdi, Kepala
KUA serta Asep Setia Permana, Kepala Desa Lemahputih.
Kehadiran para pejabat tersebut bukan hanya pelengkap seremoni. Mereka
datang, menyapa, berbincang, dan menyerahkan langsung santunan kepada para
penerima. Ada kedekatan yang tulus. Ada empati yang nyata.
“Bukan hanya uang atau bingkisan. Tapi ini tentang cinta. Tentang
kepedulian kita kepada anak-anak yatim dan saudara kita yang difabel,” ucap Amir Hamdi, S.Ag., Kepala KUA Lemahsugih
dengan suara bergetar.
Momen ini menjadi pengalaman yang tak akan mudah terlupakan bagi yatim dan difabel Lemahsugih. Mereka menggenggam erat
bingkisan yang diterima, tapi yang paling terkenang
adalah pelukan hangat dan senyum lembut dari ibu-ibu pengurus yang menyerahkan
bantuan. “Aku senang… serasa ada yang sayang sama aku,” bisik salah satu yatim pelan,
dengan mata yang berkaca-kaca.
Bulan Muharram, bukan hanya
memiliki nilai spiritual yang tinggi, tetapi juga telah lama dijadikan momentum
untuk menebar kasih kepada anak-anak yatim. Tradisi ini, yang terus dihidupkan
oleh umat Islam, kini diperkuat oleh program pemerintah yang menyentuh langsung
ke daerah-daerah, hingga ke tingkat kecamatan seperti Lemahsugih Majalengka.
Camat Lemahsugih, Ade Anung
Ilyaharja, dalam sambutannya menyampaikan, “Ini bukan hanya tanggung jawab
pemerintah, tapi tanggung jawab moral kita semua. Kegiatan seperti ini harus
terus dihidupkan, agar tidak ada anak yatim yang merasa sendiri.”
Saat satu per satu anak melangkah pulang dengan wajah
berseri dan hati yang hangat, suasana di KUA Lemahsugih terasa begitu
menggetarkan. Di antara doa-doa yang dilangitkan diam-diam, terselip harapan
agar santunan seperti ini tidak berhenti menjadi rutinitas, melainkan menjadi
budaya yang terus tumbuh di tengah masyarakat.
Di balik setiap bingkisan, terselip ketulusan. Di balik
setiap ucapan selamat dan doa, tersimpan cinta yang tak terucapkan. Dan di
balik setiap langkah kecil mereka yang menerima, ada harapan besar bahwa bangsa
ini masih peduli, masih memiliki nurani, dan masih ingin berbagi.
Muharram kali ini bukan sekadar penanda hijrah kalender
hijriyah, tapi juga hijrah hati—dari acuh menjadi peduli, dari diam menjadi
bergerak, dari lupa menjadi cinta. Di Lemahsugih,
cinta itu hadir. Nyata. Menyentuh. Dan insyaAllah, terus berlanjut.[BA]