PELITA MAJALENGKA - Tanah bukan sekadar sebidang lahan, tapi menyimpan harapan. Harapan untuk tempat tinggal, sumber penghidupan, bahkan warisan masa depan. Namun, tak jarang tanah menjadi sumber konflik karena ketidakjelasan status atau tumpang tindih kepemilikan. Di sinilah pentingnya transparansi pertanahan—agar tanah tak menjadi benih masalah, tetapi ladang kebaikan bagi semua.
Transparansi pertanahan adalah kunci utama untuk mencegah sengketa dan memastikan keadilan bagi setiap warga. Namun, mewujudkan transparansi bukan tugas satu pihak saja. Ini adalah kolaborasi besar antara Badan Pertanahan Nasional (BPN), pemerintah daerah, notaris, dan masyarakat itu sendiri.
Peran Strategis BPN: Dari Pelayanan ke Pelayanan Hati
BPN adalah garda terdepan dalam urusan pertanahan. Tapi hari ini, tugas BPN tidak hanya administratif. Lebih dari itu, BPN menjadi jembatan antara hak rakyat dan kepastian hukum. Dalam setiap sertifikat yang diterbitkan, ada harapan sebuah keluarga. Dalam setiap pelayanan, ada doa dari orang-orang kecil yang ingin hak atas tanahnya diakui negara.
Sudah saatnya setiap petugas BPN melihat pekerjaannya sebagai bagian dari ibadah sosial. Layani masyarakat dengan empati. Dengarkan keluhan mereka bukan sebagai beban, tapi sebagai amanah. Bangun sistem digital yang mempermudah, bukan mempersulit. Berani menolak gratifikasi dan sogokan, karena sesungguhnya kejujuran itu membahagiakan hati yang bersih.
Pemerintah Daerah: Membuka Pintu Kolaborasi dan Data
Pemerintah daerah memegang kunci data yang sangat penting—data kependudukan, batas wilayah, hingga perencanaan tata ruang. Maka, keterbukaan dan sinergi antara pemda dan BPN mutlak dibutuhkan. Jangan biarkan ego sektoral menjadi tembok tinggi yang memisahkan pelayanan publik dari kebutuhan rakyat.
Buka data, bangun forum bersama. Libatkan tokoh masyarakat, RT/RW, dan camat dalam validasi data pertanahan. Bentuk tim percepatan legalisasi aset yang benar-benar hadir di lapangan, bukan hanya hadir di daftar absensi. Kunjungi desa-desa yang belum bersertifikat, bantu masyarakat memahami prosesnya.
Pemerintah daerah juga bisa mendorong program edukasi pertanahan di sekolah dan desa. Tanamkan sejak dini bahwa hak atas tanah itu penting, tapi tidak kalah penting adalah menghargai hak orang lain.
Notaris: Penjaga Etika dan Akurasi Hukum
Notaris memegang peran penting dalam proses jual beli dan peralihan hak tanah. Di tangan notaris, keabsahan dan kejelasan sebuah dokumen diuji. Maka, jadilah notaris yang menjunjung tinggi integritas. Jangan sembarang tanda tangan. Verifikasi dengan seksama. Ingat, satu akta yang dipalsukan bisa menghancurkan hidup orang lain.
Bagi para notaris, jadilah penyeimbang antara kepentingan hukum dan nilai-nilai kemanusiaan. Jangan sekadar jadi pihak netral, tapi juga jadi pendorong etika dan kejelasan. Bantu warga yang awam hukum dengan sabar, bukan dengan biaya tambahan. Layani dengan nurani, bukan hanya kalkulasi materi.
Masyarakat: Bergerak Aktif, Bukan Hanya Menunggu
Transparansi pertanahan tak akan berarti jika masyarakat pasif. Warga perlu proaktif memeriksa status tanahnya, mengurus legalitas dengan jujur, dan tidak tergiur jalan pintas. Laporkan jika ada pungli atau oknum yang bermain. Jangan diam jika hak dirampas. Suara masyarakat adalah kekuatan penggerak perubahan.
Kita harus menyadari bahwa sertifikat tanah bukan sekadar selembar kertas. Itu adalah perlindungan hukum atas hak milik kita. Maka jangan biarkan tanah kita jadi sasaran mafia atau konflik karena kelalaian kita sendiri.
Transparansi pertanahan bukan sekadar proyek birokrasi. Ini adalah perjuangan bersama untuk keadilan sosial. Setiap pihak punya peran. BPN harus membenahi sistem, pemerintah daerah harus membuka data dan pintu kolaborasi, notaris menjaga integritas, dan masyarakat aktif menjaga haknya.
Bayangkan jika semua bergerak bersama: proses sertifikasi jadi cepat, konflik tanah menurun, dan warga hidup dengan tenang. Kita sedang membangun fondasi bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk generasi mendatang.
Mari kita ubah cara pandang. Urusan tanah bukan hanya soal surat-menyurat. Ini adalah soal harga diri, keadilan, dan masa depan. Semoga dengan niat baik, kerja jujur, dan kolaborasi yang solid, kita bisa mewujudkan pertanahan yang bersih, jelas, dan berpihak kepada rakyat.
Karena pada akhirnya, tanah bukan hanya warisan nenek moyang, tapi titipan untuk anak cucu. Mari jaga dengan penuh tanggung jawab dan hati nurani.[Ba]