Menjaga Hak Atas Tanah: Upaya Bersama Mewujudkan Kepastian Agraria


PELITA MAJALENGKA
- Di atas tanah yang ditanami dengan cucuran keringat, tersimpan harapan yang tak terlihat. Bukan hanya soal hasil panen, bukan pula semata urusan keuntungan. Tanah adalah hidup itu sendiri. Ia adalah bagian dari jati diri, warisan para leluhur, dan tumpuan masa depan anak cucu. Tapi apa arti semua itu jika tak ada kepastian atas kepemilikannya?

Masih banyak tangan yang merawat tanahnya dengan cinta, namun tidak memiliki kekuatan hukum atasnya. Di balik ladang yang luas dan sawah yang subur, terselip keresahan yang diam-diam tumbuh: ketakutan akan kehilangan hak, kekhawatiran digusur, ketidakpastian saat warisan harus diteruskan. Bukan karena malas mengurus, melainkan karena tak tahu harus mulai dari mana.

Kepastian agraria bukan sekadar urusan administratif. Ia adalah kebutuhan batin. Sebuah rasa tenteram bahwa tanah yang digarap hari ini, bisa diwariskan dengan bangga esok hari. Kepastian itu bukan hanya untuk saat ini, tapi untuk generasi yang akan datang. Karena tanah adalah tempat berpijak mimpi, dan mimpi tak bisa tumbuh dalam kegamangan.

Namun, harapan selalu menemukan jalannya ketika hati siap untuk bergerak. Sekarang adalah waktunya untuk memulai. Memeriksa dokumen lama, menanyakan kejelasan pada pemerintah desa, mencari tahu syarat-syarat yang harus dilengkapi—semua bisa dilakukan. Tidak ada langkah yang terlalu kecil jika tujuannya adalah perlindungan hak dan ketenangan jiwa.

Menata ulang dokumen tanah bukanlah perkara rumit jika dilakukan dengan niat yang benar dan semangat yang tulus. Pemerintah telah menyediakan jalur-jalur pelayanan yang bisa dimanfaatkan. Banyak program dan pendampingan yang terbuka untuk membantu masyarakat mendapatkan sertifikat tanah yang sah. Semua tersedia, tinggal kemauan untuk melangkah yang dibutuhkan.

Dan bagi mereka yang sudah lebih dulu berhasil memperoleh kepastian hak atas tanahnya, jangan biarkan keberhasilan itu berhenti di diri sendiri. Bagikan pengalaman. Bantu tetangga. Bimbing keluarga. Sebab satu orang yang tercerahkan bisa menyalakan obor untuk yang lainnya. Inilah hakikat gotong royong yang sesungguhnya: saling menguatkan dalam kebaikan.

Tanah yang dijaga dengan cinta harus dilindungi dengan kepastian. Tidak cukup hanya merawatnya dengan tangan, tapi juga harus disertai perlindungan hukum yang jelas. Karena tanpa itu, tanah yang subur bisa menjadi sumber konflik. Tanah yang dirawat bisa menjadi rebutan. Dan rasa aman bisa berubah menjadi kecemasan yang panjang.

Mewujudkan kepastian agraria adalah bentuk cinta yang paling nyata terhadap tanah yang telah memberikan kehidupan. Ini bukan tugas satu orang, tapi tugas kita bersama. Kita adalah pemilik hak, penjaga warisan, dan penerus kehidupan. Sudah saatnya kita berdiri dengan tenang dan yakin: bahwa tanah ini memang milik kita secara sah, secara hukum, dan secara moral.

Mari kita kuatkan langkah. Jangan takut memulai. Jangan ragu bertanya. Jangan malu meminta bantuan. Perjuangan ini bukan hanya tentang selembar sertifikat, tetapi tentang harga diri, tentang masa depan, tentang keteguhan untuk memastikan bahwa tanah yang kita pijak hari ini akan tetap menjadi milik kita dan keluarga kita esok hari.

Tanah tak pernah ingkar pada siapa yang menjaganya. Ia memberi kehidupan bagi yang menyentuhnya dengan kasih. Maka jagalah ia dengan penuh kesadaran, cintai ia dengan kepastian hukum, dan wariskan ia dalam kedamaian. Sebab tanah bukan sekadar harta—ia adalah tempat di mana sejarah, cinta, dan harapan bertumbuh bersama.[Ba]