PELITA MAJALENGKA - Di tengah hiruk pikuk media sosial, kata hijrah kian akrab di telinga generasi muda. Foto-foto berjilbab syar’i, quotes bertema iman, bahkan kajian-kajian Islami kini viral dan mudah diakses.
Tidak sedikit pemuda dan pemudi yang mulai mengubah penampilan dan gaya hidup mereka ke arah yang lebih Islami. Tapi satu hal yang perlu diingat: hijrah bukan sekadar tren. Hijrah adalah jalan pulang. Pulang kepada Allah, Sang Pencipta jiwa dan semesta.
Hijrah secara bahasa berarti berpindah. Dalam konteks Islam, hijrah bukan hanya tentang berpindah tempat, tapi berpindah dari kegelapan menuju cahaya. Dari kebodohan menuju ilmu. Dari dosa menuju taubat. Dari kelalaian menuju kesadaran akan tujuan hidup. Hijrah adalah proses panjang yang tak berhenti pada perubahan pakaian, tapi menyentuh hati, pikiran, dan perilaku.
Mengapa Hijrah?
Karena hidup ini singkat. Dunia ini bukan rumah, hanya tempat persinggahan. Dalam Al-Qur’an, Allah mengingatkan, "Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya." (Qs. Ali 'Imran: 185)
Kita diciptakan bukan sekadar untuk bekerja, kuliah, dan bersenang-senang. Ada tugas mulia: menjadi hamba yang taat dan khalifah di bumi. Maka, ketika kita mulai sadar akan arah hidup yang selama ini melenceng, ketika hati mulai gelisah dengan maksiat, itulah panggilan hijrah. Panggilan untuk pulang.
Hijrah Itu Perjalanan, Bukan Tujuan Akhir
Banyak yang mengira bahwa hijrah adalah titik akhir. Padahal sejatinya hijrah adalah awal dari sebuah perjalanan panjang yang penuh liku. Tak sedikit orang yang setelah hijrah, justru diuji lebih berat. Godaan lama kembali hadir. Lingkungan yang tidak mendukung. Cibiran dan tuduhan “sok alim”. Tapi di situlah keindahan hijrah: saat kita berjuang meneguhkan niat hanya karena Allah.
Rasulullah SAW dan para sahabat pun pernah berhijrah. Mereka meninggalkan kampung halaman, harta, bahkan keluarga demi mempertahankan keimanan. Hijrah mereka adalah simbol keberanian dan keikhlasan. Maka siapa pun yang berhijrah hari ini, ia sedang mengikuti jejak para pejuang iman.
Bukan Gaya, Tapi Gairah Iman
Ada yang mengira hijrah hanya tentang penampilan: gamis lebar, celana cingkrang, atau jenggot. Padahal lebih dari itu, hijrah menyangkut perubahan pola pikir dan perilaku. Apalah arti tampilan jika hati masih sombong, lisan masih menyakiti, dan ibadah masih ditinggalkan? Hijrah yang sejati adalah ketika hati terpaut kepada Allah, dan setiap langkah hidup diarahkan untuk-Nya.
Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Qs. Al-Baqarah: 218)
Hijrahmu Adalah Cahaya bagi yang Lain
Kamu yang sedang berhijrah, ketahuilah bahwa kamu sedang menjadi inspirasi bagi banyak orang. Saat kamu memilih shalat tepat waktu, menolak pacaran, menjaga lisan, meninggalkan musik yang melalaikan, dan lebih rajin menuntut ilmu agama, kamu sedang menyalakan lentera di tengah gelapnya zaman.
Jangan takut jika langkahmu sunyi, karena jalan ke surga memang tidak ramai. Jangan khawatir jika kamu merasa sendiri, karena Allah selalu membersamai. Dan jangan mundur hanya karena manusia menilai, sebab yang menilai sesungguhnya adalah Rabb yang Maha Mengetahui isi hati.
Hijrah: Pulang Sebelum Terlambat
Hijrah bukan tentang siapa yang paling duluan, tapi siapa yang paling istiqamah. Bukan soal siapa yang terlihat paling Islami, tapi siapa yang paling tulus kembali kepada Ilahi.
Sahabat muda, mari kita lihat ke dalam hati. Adakah kerinduan untuk dekat dengan Allah? Adakah rasa malu saat bermaksiat? Jika iya, itu adalah cahaya hidayah. Jangan padamkan dengan alasan dunia. Jangan tunda lagi.
Hari ini, saat ini, detik ini — ambil langkahmu. Bismillah. Mulailah dari hal kecil. Perbaiki niat. Datangi majelis ilmu. Jauhi dosa satu demi satu. Bangun hubungan cinta dengan Al-Qur’an. Dan percayalah, setiap langkahmu menuju Allah akan dibalas dengan langkah-Nya menuju dirimu, lebih cepat.
Hijrah bukan tren sesaat yang berakhir saat bosan. Hijrah adalah keputusan suci untuk kembali kepada fitrah. Ia bukan sekadar perubahan luar, tapi proses menyucikan jiwa. Karena pada akhirnya, kita semua sedang dalam perjalanan pulang — kepada-Nya.
Selamat berhijrah, sahabat muda. Semoga langkahmu selalu dalam rahmat dan lindungan-Nya.[BA]