Gaza Dibom, Dunia Dungu: Tangisan yang Tak Terjawab


PELITA MAJALENGKA
- Gaza kini menjadi medan penderitaan yang tak terperi. Gedung-gedung yang dulu penuh kehidupan kini luluh lantak, berubah menjadi puing-puing kesengsaraan. Ribuan anak-anak kehilangan masa kecilnya, tidak lagi bermain di taman, melainkan terkapar di bawah reruntuhan, menjadi korban pembantaian tanpa ampun. 

Wanita dan keluarga mereka juga menjadi sasaran kekejaman yang nyaris tak punya rasa kemanusiaan. Namun, suara tangis mereka seolah hilang ditelan bisu dunia.

Data terbaru dari berbagai lembaga kemanusiaan menunjukkan lebih dari 3.000 warga sipil, sebagian besar anak-anak dan perempuan, menjadi korban dalam serangan bertubi-tubi selama beberapa minggu terakhir. 

Rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, kini kewalahan dan kekurangan alat medis. Bantuan makanan dan obat-obatan pun nyaris tidak bisa masuk karena blokade ketat yang masih berlangsung.

Lebih memilukan, dunia internasional yang selama ini mengaku peduli terhadap perdamaian dan kemanusiaan, justru memilih bungkam. PBB, yang seharusnya menjadi suara bagi mereka yang tertindas, tampak tak berdaya. 

Negara-negara besar saling lempar tanggung jawab, sementara warga Gaza terus menderita. Kekejaman yang terjadi di Gaza menjadi panggilan keras bagi nurani umat manusia, namun respons dunia seperti mematikan hati dan akal sehat.

Yang lebih mengiris adalah sikap dunia Arab. Alih-alih bersatu mendukung saudara mereka yang tengah diserang secara brutal, sejumlah negara Arab malah memberikan dukungan dana triliunan rupiah kepada rezim yang tak ubahnya 'setan merah'—Trump dan sekutunya, yang secara terang-terangan mendukung kebijakan agresif Israel. Dana besar itu tampak seperti noda hitam yang menodai solidaritas Islam dan kemanusiaan.

Di tengah deru bom yang tiada henti, dunia Arab justru memilih diam seribu bahasa. Ketiadaan aksi nyata dan suara lantang menimbulkan kekecewaan mendalam. Padahal, umat Islam di seluruh dunia menantikan kepemimpinan moral dan solidaritas yang kuat dari dunia Arab. 

Ini bukan sekadar soal geopolitik, tapi soal kemanusiaan yang mendesak dan memanggil setiap hati yang beriman.

Sementara itu, rezim Zionis Israel semakin menunjukkan kebiadaban yang luar biasa. Tindakan militer mereka yang semakin brutal mengabaikan segala norma kemanusiaan internasional. 

Serangan bertubi-tubi terhadap pemukiman sipil, sekolah, dan rumah sakit menjadi bukti nyata bahwa mereka memilih jalan kekerasan tanpa henti, menebar teror dan ketakutan tanpa ampun.

Fakta yang mencengangkan, sejak awal tahun ini, lebih dari 10.000 roket telah ditembakkan oleh Israel ke wilayah Gaza, menewaskan ribuan warga sipil tak berdosa. 

Di sisi lain, upaya untuk melindungi dan membantu warga Gaza terhambat oleh blokade dan pengawasan ketat, menjadikan krisis kemanusiaan semakin parah. Keadaan ini mengundang pertanyaan besar: kemana dunia Islam yang katanya peduli?

Indonesia, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, juga merasakan beratnya persoalan ini. Namun, solidaritas sejati bukan hanya soal seruan di media sosial atau kecaman formal di forum internasional, melainkan aksi nyata yang terukur dan konsisten. 

Bantuan kemanusiaan, dukungan diplomatik, dan upaya perdamaian harus menjadi prioritas utama agar penderitaan Gaza segera berakhir.

Lebih jauh, masyarakat dunia juga harus sadar bahwa diam dan acuh terhadap kejahatan kemanusiaan seperti ini bukanlah jalan keluar. Sejarah mencatat, ketika kebenaran dan keadilan dibungkam, yang menang hanyalah penindas dan pelaku kekejaman. 

Oleh karena itu, setiap suara yang peduli dan bertindak, adalah harapan terakhir bagi mereka yang terkurung dalam neraka di Gaza.

Sudah saatnya umat Islam dan dunia internasional bersatu, mengesampingkan perbedaan politik demi kemanusiaan. Karena pada akhirnya, kemanusiaan adalah bahasa universal yang harus dimenangkan oleh keadilan dan kasih sayang. Jika tidak, kita semua akan menjadi bagian dari kejahatan yang membungkam suara-suara tak bersalah di Gaza.

Kita tidak boleh membiarkan tragedi ini berlalu begitu saja, dengan hati dingin dan pikiran tertutup. Dunia harus mengingat, bahwa di balik statistik dan berita, ada ribuan nyawa yang merintih dan berharap pada tangan-tangan yang peduli. 

Solidaritas dan tindakan nyata adalah kunci untuk mengakhiri penderitaan ini, dan memberi harapan baru bagi Gaza dan dunia.

Akhirnya, kita bertanya kepada dunia yang katanya beradab dan bermoral: Apakah kemanusiaan sudah benar-benar mati? 

Ataukah ini saatnya kita semua bangkit, menggenggam nurani, dan menyelamatkan Gaza dari kehancuran yang kian meluas? Karena jika Gaza jatuh, kemanusiaan pun ikut terkubur dalam sunyi yang memekakkan.[BA]