Dari Pengabdian Sunyi Menuju Pengakuan Negeri: Perjalanan Rahmat Nurjaya Menjadi ASN Kemenag

Rahmat Nurjaya, betapa bersyukur menjadi ASN jalur P3K setelah sekian tahun mengabdi (foto: istimewa)
PELITA MAJALENGKA - Di balik senyumnya yang tenang dan tutur katanya yang lembut, Rahmat Nurjaya (40) menyimpan kisah perjuangan panjang. 

Sejak 2004, ia mengabdikan diri sebagai guru di MIN 2 Majalengka, yang berlokasi didusun Sukawangi desa Sukajadi. Kini, setelah lebih dari dua dekade mengajar, ayah dari satu anak itu akhirnya resmi diangkat sebagai ASN Kementerian Agama melalui jalur PPPK. 

Kebahagiaan yang ia rasakan bukan semata tentang status dan jaminan masa depan, tapi lebih kepada pengakuan atas pengabdian yang selama ini dijalani dengan penuh kesetiaan.

“Menjadi Guru Madrasah adalah Pilihan Hati”

Bagi Rahmat, menjadi guru bukan sekadar pekerjaan. Ini adalah pilihan hati. “Saya ingin hidup saya bermanfaat. Dan saya yakin, lewat mengajar di madrasah, saya bisa menyentuh banyak jiwa, membentuk karakter anak-anak sejak dini,” ujarnya. 

Madrasah, menurutnya, bukan hanya tempat belajar ilmu umum, tapi juga tempat tumbuhnya nilai-nilai agama, akhlak, dan spiritualitas. “Itulah yang membedakan. Saya ingin turut menjaga itu,” lanjutnya dengan mata berbinar.

Tangis Haru Saat Pengangkatan

Saat pertama kali menerima kabar pengangkatan sebagai ASN/PPPK, Rahmat tak bisa menahan air matanya. “Saya sedang di rumah. Saat lihat pengumuman resmi di website, saya langsung sujud syukur. Air mata jatuh begitu saja,” kenangnya. 

Bagi Rahmat, ini bukan sekadar status administratif, tapi bentuk penghargaan atas kesabaran dan ketulusan mengabdi selama lebih dari 20 tahun.

Tantangan Panjang di Jalan Pengabdian

Menjadi guru honorer selama dua dekade bukanlah jalan yang mudah. Gaji tak menentu, tuntutan kerja tinggi, dan ketidakpastian masa depan adalah tantangan sehari-hari yang ia hadapi. “Dulu gaji saya sebulan belum cukup untuk satu minggu kebutuhan rumah tangga,” katanya lirih. 

Namun ia bertahan, bukan karena tidak punya pilihan lain, tapi karena ia yakin: mengajar adalah jalan hidupnya. Ia mengatasi tekanan itu dengan keyakinan bahwa setiap ilmu yang ditanamkan adalah investasi akhirat. “Anak-anak itu saksi perjuangan saya,” ucapnya tegas.

Membangun Madrasah dari Hati

Kini setelah resmi menjadi ASN, Rahmat memiliki visi besar untuk madrasahnya. Ia ingin menjadi bagian dari transformasi pendidikan yang tidak hanya mengejar nilai, tapi membentuk pribadi berakhlak. 

“Saya ingin anak-anak di MIN 2 Majalengka tak hanya pintar, tapi juga berkarakter kuat, jujur, dan cinta pada agamanya,” jelasnya. Ia juga berharap bisa menginspirasi guru-guru muda untuk tetap konsisten dan mencintai profesinya.

Peran Madrasah di Tengah Krisis Moral

Rahmat percaya, madrasah memiliki peran strategis dalam membentuk generasi muda yang tangguh secara spiritual. “Di tengah krisis moral dan derasnya pengaruh digital, madrasah menjadi benteng terakhir karakter anak bangsa,” ujarnya. 

Menurutnya, pendekatan pendidikan di madrasah yang menyatukan ilmu dunia dan akhirat sangat relevan untuk tantangan zaman.

Guru: Profesi yang Mulia dan Penuh Keikhlasan

Bagi Rahmat, profesi guru adalah ladang pahala. Ia selalu mengingat bahwa setiap kata yang ia ucapkan di kelas bisa menjadi amal jariyah. 

“Mengajar itu ibadah. Saya niatkan setiap hari datang ke madrasah sebagai bentuk pengabdian kepada agama dan negara,” ucapnya dengan tegas. Ia merasa menjadi guru adalah amanah suci yang tak boleh dijalani setengah hati.

Harapan untuk Rekan Honorer dan Guru Madrasah Swasta

Di akhir perbincangan, Rahmat menyampaikan pesan penuh semangat untuk rekan-rekannya yang masih berjuang sebagai guru honorer. 

“Jangan menyerah. Tetaplah mengajar dengan hati, karena yang kita ajarkan hari ini akan membentuk masa depan negeri ini,” pesannya. Ia percaya, Allah tidak tidur dan setiap usaha pasti akan diganjar, jika bukan oleh manusia, maka oleh-Nya.

Ia juga menaruh harapan besar pada pemerintah. “Banyak guru MI swasta yang telah mengabdi puluhan tahun tanpa status yang jelas. Mereka punya semangat dan dedikasi yang luar biasa,” kata Rahmat. Ia berharap pemerintah tidak menutup mata. 

“Semoga mereka juga mendapat kesempatan yang sama. Mereka juga pahlawan pendidikan yang layak mendapat pengakuan sebagai ASN.”

Perjalanan Rahmat Nurjaya bukan sekadar tentang seorang guru yang akhirnya diangkat menjadi ASN. Ini adalah cerita tentang kesetiaan, keikhlasan, dan pengabdian yang tak lelah menanti saat terbaik untuk berbuah. 

Sebuah inspirasi bagi banyak guru lainnya untuk tetap setia di jalan cahaya: mendidik dan membangun negeri, satu murid, satu hati, satu doa pada satu waktu.[Jeje AJ]