Guru, Lentera yang Tak Pernah Padam


Oleh Jeje A Jamil*

Dalam kehidupan setiap insan, ada satu sosok yang menjadi pemandu langkah, penyemai harapan, dan penyalur cahaya ilmu—dialah guru. Ibarat lentera di tengah gelapnya malam, guru hadir dengan cahaya pengetahuan yang tak pernah padam. Meskipun zaman berubah, teknologi berkembang, dan tantangan pendidikan semakin kompleks, dedikasi guru tetap menyala, tak tergantikan oleh mesin secanggih apa pun.

Guru bukan hanya pengajar di kelas, tetapi juga pembimbing jiwa dan akhlak. Ia bukan hanya menyampaikan teori, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kehidupan yang menjadi bekal murid sepanjang hayat. 

Dalam setiap kata yang ia ucapkan, tersimpan makna; dalam setiap langkah yang ia ambil, tertanam keteladanan. Guru menghidupkan karakter, membentuk pola pikir, dan membangun peradaban. Tanpa guru, dunia kehilangan arah.

Sejarah mencatat bahwa peradaban besar lahir dari sentuhan tangan para pendidik. Imam Syafi’i menjadi ulama besar berkat bimbingan Imam Malik. Ki Hajar Dewantara menginspirasi bangsa karena jejak guru-guru yang menyalakan semangat kemerdekaan dalam dirinya. 

Bahkan Nabi Muhammad SAW pun digelari mu’allim—guru agung umat manusia. Ini menjadi bukti bahwa guru bukan sekadar profesi, tetapi misi kemanusiaan.

Namun dalam diamnya, guru sering terlupakan. Mereka berdiri paling depan dalam mendidik, namun kerap berada di baris belakang dalam penghargaan. Padahal, seorang guru sejati tak mengharap tepuk tangan, karena yang ia tuju bukan popularitas, melainkan keberhasilan muridnya. Ketika melihat anak didiknya berhasil, wajahnya bersinar—itulah upah batin yang tak ternilai.

Di era digital ini, peran guru semakin menantang. Mereka dituntut untuk adaptif, kreatif, dan inovatif. Guru tidak cukup hanya menjadi pengisi papan tulis, melainkan fasilitator pembelajaran yang mendorong siswa berpikir kritis, kolaboratif, dan solutif. 

Tantangan globalisasi menuntut guru untuk tidak sekadar mencetak anak pintar, tetapi membentuk insan berakhlak, berdaya saing, dan bermakna bagi masyarakat.

Namun satu hal yang tak pernah berubah: hati guru. Sekalipun kurikulum berubah, teknologi berkembang, dan sistem evaluasi makin kompleks, hati guru tetap sama—penuh kasih sayang, sabar dalam membimbing, dan tak lelah menyalakan cahaya dalam gelapnya ketidaktahuan.

Bagi para guru di seluruh pelosok negeri, teruslah menjadi lentera. Jangan pernah padam meski ditiup angin zaman. Satu murid yang tercerahkan oleh ilmu dan teladan Anda adalah satu cahaya baru bagi dunia. Jangan remehkan peran Anda meski hanya di kelas kecil di pelosok desa. Dunia ini butuh lebih banyak cahaya, dan Anda adalah sumbernya.

Mari kita bangkitkan kembali semangat guru sebagai agen perubahan. Jadilah pendidik yang tidak hanya mengajar, tetapi menginspirasi. Jadilah guru yang tak hanya menyampaikan pelajaran, tetapi membangkitkan harapan. Karena sejatinya, guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya: membentuk masa depan, meski terkadang dilupakan oleh masa kini.

Semoga setiap peluh yang menetes menjadi amal jariyah, setiap kata yang terucap menjadi ilmu yang mengalir, dan setiap keteladanan yang ditanam menjadi pohon-pohon kebaikan yang tumbuh hingga ke akhirat. Teruslah bersinar, wahai guru. Engkaulah lentera yang tak pernah padam..[]

*Kepala Sekolah MI Al Fatah Sadawangi