PELITA MAJALENGKA - Di saat langit masih gelap dan sebagian besar kota masih terlelap, ada satu gerakan senyap namun menggetarkan hati yang kini mulai menggema dari masjid-masjid di Majalengka. Di tengah sepi Subuh, suara azan memanggil bukan sekadar untuk bangun dari tidur, tetapi untuk bangkit bersama membangun peradaban.
Inilah “Revolusi Subuh”, sebuah gerakan spiritual yang lahir dari hati seorang pemimpin daerah—Bupati Majalengka—yang percaya bahwa pembangunan sejati dimulai bukan dari kantor, melainkan dari sujud di rumah Allah.
Bupati Majalengka bukan hanya menginginkan jalan yang mulus, gedung yang megah, atau angka ekonomi yang tinggi. Ia ingin warganya menjadi pribadi-pribadi saleh dan salihah, berakhlak mulia, dan penuh cinta kasih antar sesama.
Dan ia meyakini, semua itu dimulai dari satu amalan sederhana yang sering kita lalaikan: shalat Subuh berjamaah di masjid. Sebab, siapa yang mampu meninggalkan kasur empuk demi Allah saat Subuh, maka ia sedang menapaki jalan kemuliaan.
Gerakan Revolusi Subuh bukan sekadar seruan formalitas. Bupati sendiri turun langsung ke masjid-masjid, menyapa jamaah, mencium tangan para kiai, mendengarkan keluhan warga seusai shalat, dan menguatkan semangat anak-anak muda agar menjadikan Subuh sebagai momen perubahan diri.
Dari masjid ke masjid, beliau menyebarkan harapan dan cinta, agar iman dan takwa kembali tumbuh di bumi Majalengka.
Bayangkan, jika seluruh warga Majalengka memulai harinya dari masjid. Suami-suami menjadi lebih penyayang, istri-istri lebih sabar, anak-anak tumbuh dengan adab, dan para pemimpin mengawali kerja dengan sujud syukur.
Apakah mungkin masih ada korupsi, pertengkaran, atau kezaliman? Mustahil. Sebab, hati yang terjaga oleh Subuh adalah hati yang dijaga oleh Allah.
Gerakan ini telah menggugah banyak hati. Anak-anak sekolah kini punya semangat baru karena mereka ingin menjadi pejuang Subuh. Para pemuda mulai mengisi saf depan, bukan hanya dalam shalat, tapi juga dalam kehidupan sosial.
Bahkan para pedagang, buruh, dan petani pun merasa lebih ringan rezekinya setelah memulai hari dengan sujud bersama.
Bupati tidak hanya ingin Majalengka maju, tapi juga Majalengka Langkung Sae, Langkung Iman, Langkung Berkah. Ia percaya, jika keberkahan langit turun karena banyaknya orang yang berdoa di waktu Subuh, maka Majalengka akan tumbuh bukan hanya menjadi daerah unggul, tapi menjadi daerah yang dicintai oleh Allah dan manusia.
Revolusi Subuh ini bukan milik bupati semata, tapi milik kita semua. Sebuah gerakan sunyi yang menjadi gelombang perubahan. Dari satu rakaat ke rakaat lain, dari satu masjid ke masjid lain, cinta Majalengka pada Allah makin menggema.
Dan dari situlah, rahmat Allah akan turun tak henti-henti: dalam bentuk ketenangan, persaudaraan, dan kemajuan.
Mari kita jawab seruan ini, bukan karena takut, tapi karena cinta. Bukan karena perintah, tapi karena rindu. Rindu akan hadirnya kehidupan yang bersih, tenteram, dan diberkahi.
Jangan biarkan azan Subuh hanya menggema ke dinding-dinding kosong. Penuhi masjid, gerakkan hati, dan bangun Majalengka dari sajadah.
Inilah panggilan hati. Jika kita ingin perubahan besar, mari mulai dari langkah kecil: melangkah ke masjid di waktu Subuh. Karena di sana, ada harapan. Ada cinta. Ada cahaya yang siap menerangi seluruh Majalengka. Dan semua itu dimulai… dari satu sujud.[BA]