Semangat itu sejalan dengan instruksi baru dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor 300.1.4/e.1/BAK tertanggal 3 September 2025, Tito meminta seluruh kepala daerah—dari gubernur hingga wali kota dan bupati—untuk menghidupkan kembali Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) serta pos ronda di tingkat RT/RW.
“Menjaga Kamtibmas merupakan tanggung jawab bersama. Karena itu, kepala daerah harus memastikan keberadaan pos ronda aktif kembali dan tidak sebatas imbauan di atas kertas,” tegas Tito dalam keterangannya, Jumat (12/9/2025).
Surat edaran itu memuat tiga poin penting: memperkuat peran Satlinmas dalam menjaga ketertiban umum, mengaktifkan kembali Siskamling di tingkat kampung sebagai bentuk kewaspadaan dini, serta mendorong pelaporan berbasis digital melalui Sistem Informasi Manajemen Perlindungan Masyarakat.
Namun di balik teks resmi surat edaran itu, yang jauh lebih penting adalah spirit yang dibawanya: menghidupkan kembali solidaritas warga. Tito menekankan bahwa keamanan bukan hanya urusan polisi atau aparat pemerintah, melainkan urusan semua pihak. “Kepala daerah harus turun langsung mengecek, bukan hanya memberi instruksi,” katanya.
Bagi Herman Suherman, Ketua RW 05 Perum Asabri, instruksi itu bagaikan angin segar. Baginya, pos ronda bukan sekadar tempat orang bergiliran jaga malam, tapi ruang sosial yang mengikat warga dalam kebersamaan. “Siskamling bukan sekadar ronda malam, tapi wadah kebersamaan warga. Kami mendukung kebijakan ini dan alhamdulillah di RT kami semua sudah berlangsung ronda jauh sebelum SE Mendagri turun,” ujarnya.
Di tengah arus modernisasi dan kesibukan warga kota kecil, ronda malam memang kerap terlupakan. Banyak pos ronda dibiarkan kosong, kayunya lapuk, catnya mengelupas. Instruksi Mendagri ini mengingatkan kembali, bahwa keamanan bukan hanya soal mengusir maling, tetapi juga merawat rasa saling peduli.
Kini, di banyak daerah, geliat serupa mulai terasa. Kepala daerah didorong untuk tidak sekadar menandatangani surat, tetapi benar-benar hadir di lapangan, menyapa warga di pos ronda, dan memastikan siskamling berjalan.
Seperti kata Herman, ronda malam adalah tentang “wadah kebersamaan.” Dari sinilah ikatan sosial tumbuh, rasa aman terbentuk, dan kampung terasa seperti rumah yang benar-benar melindungi penghuninya.
Pos ronda, yang kadang dianggap remeh, kembali menjadi simbol sederhana: keamanan adalah milik kita bersama.[]