Dari Pesantren, Cahaya Peradaban Itu Menyala

Dari pesantren cahaya peradaban itu menyala
PELITA MAJALENGKA - Pesantren adalah salah satu institusi pendidikan tertua di Nusantara. Ia bukan sekadar tempat belajar mengaji, melainkan pusat pembentukan manusia berilmu, berakhlak, dan berjiwa pengabdian. Dari bilik-bilik sederhana yang dindingnya mungkin masih terbuat dari bambu, lahir tokoh-tokoh bangsa yang menggerakkan perubahan. Dari lantunan ayat-ayat suci yang dibaca selepas subuh hingga doa-doa malam yang dipanjatkan santri di tengah hening, pesantren menyalakan cahaya peradaban yang terus hidup hingga kini.

Sejarah membuktikan, ketika bangsa ini berhadapan dengan penjajah, pesantren tampil di garis terdepan. Kiai dan santri tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga menanamkan keberanian, cinta tanah air, dan semangat jihad melawan penindasan. Resolusi Jihad yang dikumandangkan KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi bukti nyata bahwa pesantren bukanlah lembaga pasif, melainkan lokomotif perjuangan. Api semangat itu menyalakan keberanian arek-arek Suroboyo yang kelak tercatat dalam sejarah sebagai Hari Pahlawan.

Namun, cahaya peradaban pesantren tidak hanya menyala di medan pertempuran. Ia juga bercahaya dalam membentuk karakter bangsa. Pesantren mengajarkan keikhlasan, kesederhanaan, kebersamaan, dan ketaatan kepada guru. Santri diajari hidup dalam keterbatasan, tetapi dari keterbatasan itu tumbuh kekuatan. Dari kasur tipis, makanan sederhana, dan jadwal belajar yang padat, mereka ditempa menjadi pribadi yang tangguh, siap menghadapi kerasnya kehidupan.

Pesantren juga menjadi pusat transmisi ilmu. Kitab-kitab klasik karya ulama besar dunia Islam dipelajari dengan tekun. Tafsir, hadis, fikih, akidah, hingga tasawuf diajarkan secara mendalam. Lebih dari itu, pesantren membentuk tradisi berpikir kritis dan ilmiah melalui kajian kitab yang detail. Para kiai melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berakar pada nilai-nilai spiritual. Inilah warisan berharga pesantren: ilmu yang terikat dengan akhlak.

Di tengah derasnya arus globalisasi, pesantren tetap bertahan dengan identitasnya. Bahkan kini pesantren berkembang lebih dinamis. Banyak pesantren yang membuka diri terhadap ilmu-ilmu umum, teknologi, bahkan entrepreneur. Santri tidak hanya fasih membaca kitab kuning, tetapi juga piawai memanfaatkan teknologi digital untuk berdakwah dan berinovasi. Inilah bukti bahwa pesantren mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya. Ia tetap menjadi mercusuar moral, tetapi juga ikut andil dalam membangun peradaban modern.

Cahaya peradaban pesantren juga terpancar dalam dunia sosial. Santri dididik untuk hidup sederhana dan peduli terhadap sesama. Budaya gotong royong, saling menolong, dan ukhuwah Islamiyah dipraktikkan sehari-hari. Ketika kembali ke masyarakat, santri membawa nilai-nilai itu sebagai bekal membangun lingkungan. Banyak di antara mereka yang menjadi guru, dai, tokoh masyarakat, bahkan pemimpin bangsa. Semua berangkat dari nilai-nilai yang ditanamkan di pesantren: keikhlasan dalam pengabdian.

Bagi generasi muda, pesantren memberikan inspirasi besar. Di tengah gaya hidup hedonis yang melanda sebagian anak bangsa, pesantren menunjukkan alternatif jalan hidup: sederhana tapi bermakna, terbatas namun kaya jiwa. Pesantren mendidik santri untuk tidak terikat pada gemerlap dunia, tetapi mengakar pada nilai-nilai ilahi. Dari sinilah lahir pribadi-pribadi yang kuat, tidak mudah goyah oleh arus zaman, karena pondasi spiritualnya kokoh.

Ke depan, peran pesantren akan semakin penting. Dunia modern menghadapi tantangan besar: krisis moral, degradasi spiritual, dan kekosongan nilai. Di sinilah pesantren hadir menawarkan solusi. Ia mengajarkan pentingnya keseimbangan antara akal dan hati, antara dunia dan akhirat, antara kemajuan teknologi dan kemuliaan akhlak. Pesantren adalah oase di tengah kegersangan spiritual masyarakat modern.

Oleh karena itu, membangun bangsa tidak bisa dilepaskan dari pesantren. Negara harus memberi perhatian serius, bukan hanya menjadikannya simbol tradisi, tetapi sebagai mitra strategis dalam pembangunan. Jika sekolah modern melahirkan teknokrat, maka pesantren melahirkan manusia berakhlak. Jika perguruan tinggi melahirkan ilmuwan, maka pesantren melahirkan ulama yang memandu dengan kebijaksanaan. Kolaborasi keduanya akan melahirkan peradaban yang maju sekaligus bermartabat.

Kini saatnya generasi muda menatap pesantren dengan penuh kebanggaan. Jangan menganggap pesantren kuno atau ketinggalan zaman. Justru pesantren adalah tempat terbaik menempa diri menjadi insan paripurna. Dari pesantren, lahir cahaya yang tidak pernah padam. Cahaya itu yang menyinari bangsa, membimbing umat, dan menyalakan peradaban.

Mari kita jaga cahaya itu agar tidak redup. Mari kita dukung pesantren dengan sepenuh hati. Karena sejatinya, pesantren bukan hanya milik santri, tetapi milik bangsa. Dari pesantrenlah kita belajar makna hidup, pengorbanan, dan perjuangan. Dan dari pesantrenlah cahaya peradaban itu akan terus menyala, menerangi jalan kita menuju masa depan yang gemilang.[BA]