Zionis Israel dan Krisis Gaza: Fakta Kemanusiaan yang Menggetarkan

PELITA MAJALENGA - Israel hari ini berdiri sebagai potret nyata kezaliman modern: negara yang mengaku demokratis namun menewaskan puluhan ribu warga sipil tak berdosa, menghancurkan hampir seluruh rumah dan sekolah di Gaza, meluluhlantakkan layanan kesehatan, serta membiarkan jutaan manusia kelaparan dan kehausan. 

Fakta dari PBB, WHO, UNICEF, hingga OCHA menyingkap kebenaran pahit: lebih dari 60 ribu jiwa, mayoritas anak-anak dan perempuan, gugur di bawah serangan mereka; 1,9 juta orang diusir dari rumahnya; dan lebih dari 90% sekolah rata dengan tanah. 

Dunia menyaksikan, bagaimana Israel menjelma bukan sebagai simbol demokrasi, melainkan simbol kekejaman yang mencabik nurani kemanusiaan, mempermalukan nilai-nilai hak asasi, dan menodai peradaban global dengan darah anak-anak Palestina.

1. Korban Jiwa yang Masif

Per 31 Juli 2025, Kementerian Kesehatan Gaza merilis data 60.199 nama korban tewas sejak Oktober 2023. Dari jumlah itu, 18.430 adalah anak-anak (31%), 9.735 perempuan (16%), 27.605 laki-laki (46%), dan 4.429 lansia (7%). Angka ini dirujuk OCHA pada laporan periode 4–21 Agustus 2025. Data ini menegaskan bahwa mayoritas korban adalah kelompok rentan, menunjukkan tingginya proporsi warga sipil yang kehilangan nyawa.

2. Mayoritas Korban adalah Warga Sipil

Investigasi gabungan The Guardian dan +972 Magazine pada 21–22 Agustus 2025 membongkar data internal militer Israel (IDF). Dari sekitar 53.000 korban jiwa per Mei 2025, sebanyak 83% teridentifikasi sebagai warga sipil. Hanya sekitar 8.900 orang yang tergolong kombatan. Artinya, klaim bahwa korban mayoritas pejuang bersenjata ternyata terbantahkan oleh basis data intelijen Israel sendiri.

3. Kelaparan yang Dikonfirmasi

Pada 22 Agustus 2025, badan gabungan PBB—FAO, UNICEF, WFP, WHO, dan IPC—secara resmi mengonfirmasi bahwa famine telah terjadi di Gaza Governorate. Kondisi ini berpotensi cepat meluas ke seluruh wilayah Gaza tanpa jeda tembak maupun akses bantuan penuh. Pernyataan resmi ini menandai krisis pangan paling parah dalam konflik modern.

4. Kematian Akibat Gizi Buruk

OCHA melaporkan, sejak Oktober 2023 hingga Agustus 2025, terdapat 269–281 kematian yang terdokumentasi terkait malnutrisi, termasuk lebih dari 100 anak. Lonjakan besar terjadi sejak 1 Juli 2025, dengan 204 kematian hanya dalam beberapa minggu. Angka ini menunjukkan bahwa kelaparan bukan sekadar ancaman, melainkan sudah merenggut nyawa nyata.

5. Gelombang Pengungsian Tanpa Henti

PBB memperkirakan sekitar 1,9 juta orang—dari total 2,2 juta penduduk Gaza—telah menjadi pengungsi internal berulang kali. Artinya, lebih dari 85% penduduk terusir dari rumah, sebagian besar berpindah-pindah tanpa kepastian. Kondisi ini memperparah kerentanan sosial, ekonomi, dan psikologis masyarakat Gaza.

6. Hancurnya Rumah dan Infrastruktur

Data OCHA/UNOSAT (8 Juli–14 Agustus 2025) menunjukkan sekitar 192.812 bangunan terdampak (78% dari total bangunan di Gaza), dengan 102.067 hancur total. Laporan IRDNA dan OCHA juga menyebut 436.000 unit rumah (92%) rusak atau hancur. Angka ini menandakan bahwa hampir tidak ada keluarga Gaza yang masih memiliki tempat tinggal layak.

7. Pendidikan yang Lumpuh Total

Assessment Education Cluster berbasis citra satelit (8 Juli 2025) menemukan 91,8% gedung sekolah (518 dari 564) terkena serangan atau rusak berat. UNICEF menambahkan bahwa sekitar 95% sekolah rusak atau hancur. Hal ini menghilangkan hak generasi muda Gaza untuk mendapatkan pendidikan, meninggalkan luka panjang pada masa depan mereka.

8. Serangan terhadap Layanan Kesehatan

WHO mencatat 697 serangan terhadap fasilitas kesehatan sejak Oktober 2023 hingga Mei 2025. Empat rumah sakit besar terpaksa menutup layanan karena terlalu dekat dengan medan tempur. Dengan sistem kesehatan yang runtuh, akses pasien terhadap perawatan darurat, operasi, dan obat-obatan vital praktis lumpuh.

9. Krisis Air Bersih

UNICEF dalam laporan 31 Juli 2025 menyebut pasokan air bersih hanya 6 liter air minum + 9 liter air non-minum per orang/hari, masih di bawah standar darurat WHO (15 liter). Saat pipa Mekorot utara terputus, ketersediaan air bahkan merosot menjadi 2–3 liter/hari. Reuters dan WSJ melaporkan banyak keluarga hanya bertahan dengan 3–5 liter air/hari—setara dua botol minuman untuk seluruh kebutuhan harian.

10. Infrastruktur Air yang Kolaps

UNICEF (20 Juni 2025) menyebut hanya 40% fasilitas produksi air minum yang berfungsi (87 dari 217). OCHA pada awal Agustus melaporkan mitra WASH hanya mampu memasok 13,4–14 ribu m³ air minum per hari, jauh dari kebutuhan 2,2 juta penduduk. Dengan bahan bakar yang habis, fasilitas ini berisiko berhenti total.

11. Pertanian yang Runtuh

OCHA mencatat 86% lahan pertanian Gaza rusak, dan hanya 1,5% yang dapat diakses serta masih produktif. Ini berarti Gaza praktis kehilangan kemandirian pangan, dan 100% bergantung pada bantuan internasional—yang aksesnya terus dibatasi.

12. Jurnalis Menjadi Target

Pada 10 Agustus 2025, serangan Israel di Gaza City menewaskan 6 jurnalis dalam satu kejadian—terburuk sepanjang konflik. Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) melaporkan total 180–192 jurnalis/pekerja media telah tewas sejak Oktober 2023, angka tertinggi di dunia dalam periode singkat. Fakta ini memperlihatkan upaya membungkam saksi mata di lapangan.

13. Tenaga Kemanusiaan Pun Gugur

UNRWA melaporkan hingga pertengahan Agustus 2025, sekitar 360 staf mereka tewas saat bertugas. Angka ini menjadikan konflik Gaza sebagai tragedi terbesar bagi pekerja kemanusiaan dalam sejarah PBB. Korban ini menegaskan betapa berbahayanya misi kemanusiaan di Gaza.

14. Serangan terhadap Distribusi Bantuan

Laporan OCHA dan media internasional mencatat insiden berulang penembakan terhadap warga yang mengantre bantuan. Hingga awal Agustus, lebih dari 1.200 orang tewas dalam situasi distribusi bantuan. Fakta ini memperlihatkan betapa sulitnya warga Gaza mengakses makanan bahkan saat bantuan tersedia.

15. Kematian Harian yang Tak Pernah Berhenti

AP (23 Agustus 2025) melaporkan sedikitnya 33 orang tewas dalam satu hari akibat serangan di Gaza City, ketika kelaparan makin memburuk. Reuters mencatat total korban tewas sudah melampaui 61–62 ribu jiwa, dengan 1,35 juta orang membutuhkan tenda atau tempat berlindung darurat. Angka ini terus bertambah setiap harinya.

16. Refleksi: Simbol Krisis Kemanusiaan Global

Data-data di atas tidak sekadar statistik, tetapi potret penderitaan manusia dalam skala besar. Gaza telah berubah menjadi zona bencana yang menyatukan kelaparan, pengungsian, keruntuhan infrastruktur, dan runtuhnya layanan publik. Fakta bahwa sebagian besar korban adalah anak-anak dan perempuan menegaskan bahwa krisis ini bukan sekadar konflik militer, melainkan tragedi kemanusiaan global yang menuntut respons segera dan nyata dari masyarakat internasional.[BA]