PELITA MAJALENGKA - Ada saatnya kekuasaan membuat seseorang lupa tujuan. Ketika rakyat memilih seorang pemimpin desa, mereka menitipkan harapan, bukan hanya suara. Mereka percaya bahwa pemimpin itu akan menjadi tangan dan mata mereka dalam membangun jalan, jembatan, irigasi, sekolah, dan fasilitas umum lainnya. Namun, apakah semua pemimpin benar-benar mengingat titipan itu?
Dana
desa adalah amanah. Setiap rupiah yang dikucurkan bukan sekadar angka dalam
laporan keuangan, melainkan harapan yang menggantung di pundak para petani,
nelayan, ibu rumah tangga, dan anak-anak yang menanti masa depan lebih baik.
Sayangnya, tidak semua kepala desa menjadikan amanah ini sebagai kesempatan
untuk mengabdi—sebagian malah menjadikannya jalan pintas membangun istana
pribadi.
Gedung
megah, mobil baru, rumah bertingkat, dan gaya hidup mewah bukanlah cermin dari
keberhasilan seorang pemimpin desa. Justru itu bisa menjadi tanda bahwa arah
kepemimpinan telah menyimpang dari jalan rakyat menuju jalan kesombongan. Dan
yang lebih menyedihkan, kesombongan itu lahir dari uang rakyat yang seharusnya
menyejahterakan.
Membangun
desa tidak hanya tentang beton dan semen, tetapi juga tentang keadilan,
pemerataan, dan pemberdayaan. Seorang pemimpin sejati akan memastikan bahwa
anak-anak desa tak lagi putus sekolah, lansia tak lagi hidup dalam
keterasingan, dan petani tak lagi tertindas harga pasar. Apakah hal ini pernah
terlintas dalam tidur para kepala desa?
Terkadang,
kesalahan besar tidak muncul dari niat jahat, tapi dari kelalaian kecil yang
dibiarkan berulang-ulang. Dana desa yang dikorupsi, program fiktif, laporan
manipulatif, dan proyek asal jadi adalah bentuk-bentuk pengkhianatan terhadap
rakyat. Dan setiap pengkhianatan itu akan ditagih, jika bukan oleh hukum, maka
oleh Allah yang Maha Mengetahui.
Allah
tidak pernah tidur. Tidak ada laporan fiktif yang luput dari catatan-Nya, tidak
ada lembar keuangan yang bisa dihapus dari kitab-Nya. Maka, wahai para pemegang
kuasa, jika hati kalian mulai berdetak karena takut audit manusia, tidakkah
kalian lebih takut pada audit Tuhan?
Berhati-hatilah
dengan setiap keputusan yang menyangkut dana rakyat. Mungkin di dunia bisa
diselipkan, dimanipulasi, bahkan dihilangkan. Tapi di akhirat, semua akan
dimintai pertanggungjawaban. Satu rupiah pun akan menjadi saksi yang tak bisa
dibungkam dengan uang atau kekuasaan.
Desa
bukan sekadar tempat tinggal, ia adalah tempat harapan tumbuh. Maka jangan
jadikan desa sebagai ladang panen pribadi, tetapi sebagai ladang amal dan
bakti. Jangan hanya bangun istana untuk diri, tapi bangunlah rumah untuk masa
depan seluruh warga.
Tanyakan
pada diri sendiri, ketika masa jabatan usai dan kekuasaan tiada, apa yang akan
dikenang rakyat? Apakah deretan prestasi membangun desa, atau luka
pengkhianatan karena menggadaikan harapan mereka demi kemewahan sesaat?
Kita
semua tahu, jabatan itu sementara, tapi akibatnya bisa selamanya. Oleh sebab
itu, jangan terlalu sibuk membangun kenyamanan dunia hingga lupa membangun
bekal akhirat. Bukankah lebih baik nama harum dikenang sepanjang masa,
ketimbang dibenci dan dikutuk oleh generasi penerus?
Akhirnya, kepada para kepala desa: jadilah
pemimpin yang jujur, amanah, dan takut kepada Allah. Gunakan dana desa dengan
rasa takut dan harap. Karena Allah tidak pernah tidur, dan rakyat pun tak
selamanya diam. Apa yang kalian tanam hari ini akan kalian panen, baik di dunia
maupun di hari yang tiada penyesalan akan berguna.[BA]