Konsep Strategis Membangun Majalengka yang Lebih Maju dan Islami: “Gerakan 3S: Sapa, Shalat, Syukuri”


PELITA MAJALENGKA - 
Dalam upaya membangun Majalengka menjadi daerah yang lebih maju dan Islami, diperlukan sebuah strategi yang tidak hanya bersifat struktural dan administratif, namun juga menyentuh dimensi spiritual, sosial, dan budaya masyarakat. 

Sebuah pendekatan yang sederhana namun revolusioner, mudah dilaksanakan oleh para pemangku kebijakan dan relevan dalam kehidupan harian masyarakat. Konsep ini disebut “Gerakan 3S: Sapa, Shalat, Syukuri” — sebuah pendekatan pembangunan berbasis nilai Islami dan kearifan lokal yang nyaris tak terpikirkan, namun memiliki dampak luar biasa bila dilaksanakan dengan konsisten.

1. SAPAnisasi Sosial: Membangun Majalengka yang Ramah dan Saling Peduli

Langkah pertama adalah menciptakan budaya “SAPAnisasi Sosial”, yaitu gerakan masif untuk membangun kembali akhlak sosial warga Majalengka melalui kebiasaan menyapa. Para pemangku kebijakan mulai dari bupati hingga camat, kepala desa, guru, tenaga kesehatan, dan tokoh masyarakat dilatih untuk membudayakan salam dan senyum di ruang publik, kantor, dan media sosial.

Kebiasaan menyapa—dengan ucapan salam, senyum tulus, atau sekadar menyebut nama warga dengan hormat—akan melahirkan suasana sosial yang damai, menghormati sesama, dan menumbuhkan semangat gotong royong. Ketika para pemimpin menyapa rakyatnya secara langsung, akan lahir rasa kedekatan emosional dan kepercayaan. Ini menjadi modal sosial yang kuat dalam pembangunan.

2. Shalat Berjamaah Berbasis Blok: Membangun Kesalehan Terstruktur

Langkah kedua adalah “Shalat Berjamaah Berbasis Blok”. Ini adalah sistem yang mendorong seluruh masyarakat Majalengka, dari kompleks perumahan hingga kampung-kampung pelosok, untuk membentuk blok ibadah—kelompok-kelompok kecil warga yang sepakat untuk shalat berjamaah secara rutin di masjid terdekat.

Pemerintah daerah dapat memfasilitasi dengan membentuk Forum Jamaah Blok yang bekerja sama dengan DKM dan RT/RW. Blok ini menjadi sarana membina akhlak, menyampaikan informasi pembangunan, hingga mendidik generasi muda dalam suasana religius dan kekeluargaan. 

Bayangkan jika seluruh Majalengka rutin shalat berjamaah di masjid, maka yang dibangun bukan hanya masjidnya, tetapi juga peradaban rohani yang konkret.

Program ini tak hanya mendongkrak nilai spiritualitas, tapi juga meningkatkan kualitas komunikasi horizontal antarwarga dan vertikal kepada Allah. Pemerintah cukup memberikan insentif dan pengakuan moral kepada blok-blok yang aktif—tanpa perlu anggaran besar.

3. Syukuri Majalengka: Program Dokumentasi Kebaikan

Langkah ketiga, dan yang paling unik, adalah “Syukuri Majalengka”—sebuah gerakan mendokumentasikan hal-hal baik yang ada di Majalengka, sekecil apapun itu. Setiap warga diajak untuk menyumbangkan satu foto atau cerita kebaikan, keindahan, atau keberhasilan yang mereka temui setiap hari—mulai dari anak mengaji di saung, petani tersenyum saat panen, hingga pemuda membantu orang tua menyeberang jalan.

Semua dokumentasi ini dikumpulkan dalam sebuah bank syukur digital yang dikelola oleh Pemkab Majalengka dan disiarkan di media sosial resmi pemerintah. Program ini akan membentuk narasi positif bahwa Majalengka adalah kota berkah, kota yang penuh rahmat Allah. 

Ketika masyarakat terbiasa mensyukuri yang kecil, mereka akan lebih semangat menjaga, melestarikan, dan membangun.

Pemimpin cukup memberikan ruang dan dorongan, selebihnya biarkan masyarakat yang bergerak. Bayangkan efeknya terhadap pariwisata, kepercayaan investor, dan semangat kolektif rakyat.

Sederhana Tapi Transformasional

“Gerakan 3S: Sapa, Shalat, Syukuri” tidak membutuhkan infrastruktur mewah, tidak memerlukan anggaran besar, tapi bisa menjadi fondasi kuat pembangunan karakter masyarakat dan peradaban Islami di Majalengka. 

Ketiganya saling terkait—Sapa membangun hubungan antar manusia, Shalat memperkuat hubungan dengan Allah, dan Syukur menumbuhkan cinta pada tanah kelahiran.

Ini bukan sekadar proyek, tapi revolusi sosial-spiritual yang bisa dijalankan oleh semua tingkatan jabatan, dan mudah ditiru oleh masyarakat. Sebuah konsep pembangunan yang tak terpikirkan sebelumnya—tapi sangat mungkin dijalankan sekarang juga.[BA]