PELITA MAJALENGKA - Dalam kehidupan ini, tak ada amanah yang lebih berat dan lebih suci bagi seorang manusia selain amanah bernama anak. Seorang anak bukan sekadar keturunan. Ia adalah titipan dari Allah, amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban.
Ia adalah ladang pahala tak berujung jika dikelola dengan iman dan ilmu, namun bisa berubah menjadi bara api neraka jika disia-siakan atau diserahkan begitu saja pada arus zaman.
Sebagaimana seorang pedagang yang cermat menghitung setiap risiko dan peluang dalam investasinya, begitu pula orang tua seharusnya menakar, merencanakan, dan mendidik anak dengan pandangan jauh ke depan — bukan hanya sekadar menyiapkan masa depan dunia sang anak, tetapi juga masa depan akhiratnya, dan masa depan akhirat orang tuanya sendiri. Sebab sejatinya, anak adalah investasi. Ya, investasi dunia dan akhirat.
Investasi yang Hidup
Tak seperti tabungan yang disimpan di bank, atau properti yang menguntungkan dalam hitungan tahun, investasi berupa anak ini adalah investasi yang hidup. Ia tumbuh, berubah, berkembang — dan arah pertumbuhannya sangat tergantung pada siapa yang menanamkannya.
Anak yang shalih dan shalihah bukan hanya memberi ketenangan saat masih hidup, tapi akan menjadi penyelamat bagi orang tuanya ketika ruh telah berpisah dari jasad. Rasulullah SAW bersabda, "Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Betapa besar karunia Allah bagi orang tua yang berhasil menanam benih kebaikan pada anaknya. Doa tulus dari seorang anak yang shalih bisa menembus langit, menjadi penyambung pahala yang tak terputus, menjadi cahaya di alam kubur, dan menjadi penyelamat di hari kiamat.
Namun sebaliknya, anak yang rusak akidahnya, buruk akhlaknya, atau membangkang kepada orang tua — bisa menjadi musibah dunia dan musibah akhirat. Anak seperti itu bisa menjadi penyebab derita, aib, bahkan fitnah yang menghancurkan marwah orang tua di dunia, serta menjadi penghalang keselamatan di akhirat.
Ketika Anak Menjadi Fitnah
Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs. At-Taghabun: 15)
Ayat ini mengingatkan bahwa anak bukan sekadar sumber kebahagiaan, tetapi bisa menjadi fitnah, ujian yang bisa menyesatkan, jika tidak dibingkai dalam iman dan pendidikan yang benar. Bukankah kita melihat betapa banyak orang tua yang merana karena anaknya terjerumus dalam narkoba, pergaulan bebas, ideologi sesat, atau kriminalitas?
Betapa banyak air mata orang tua yang tumpah bukan karena lapar atau miskin, tetapi karena hatinya hancur melihat anaknya membangkang, menjauh dari agama, tak mengenal shalat, tak tahu adab, tak peduli halal-haram.
Lebih menyedihkan lagi, ketika anak menjadikan orang tuanya sebagai kendaraan untuk meraih ambisi dunia. Ada anak yang tega menggugat orang tuanya demi warisan. Ada yang malu mengakui ayah ibunya karena merasa lebih kaya, lebih berpendidikan, atau lebih sukses.
Kegagalan yang Tak Tertolong
Banyak orang tua begitu sibuk mencari nafkah, mengejar kenyamanan materi, hingga lupa bahwa yang lebih penting dari memberikan “uang jajan” adalah memberikan “bekal iman”. Pendidikan formal dianggap cukup, padahal anak membutuhkan keteladanan, pelukan, dan arah hidup yang jelas.
Banyak orang tua sukses secara karir, naik jabatan, punya bisnis besar, tapi gagal dalam satu hal: membentuk karakter anaknya. Kegagalan ini tidak bisa ditutupi dengan harta atau gelar, sebab ketika ajal datang dan anak tak bisa mendoakan, semua akan terasa sia-sia.
Anak, Ladang Amal Orang Tua
Di sisi lain, anak juga bisa menjadi ladang amal tak bertepi. Setiap langkahnya ke masjid, setiap huruf Al-Qur’an yang ia baca, setiap akhlak mulia yang ia tunjukkan — semua itu menjadi pahala bagi orang tua yang menanamkan nilai itu sejak dini.
Didikan yang penuh cinta, doa-doa yang tak pernah putus, serta contoh nyata dalam kehidupan orang tua, adalah pupuk terbaik bagi tumbuhnya pohon kebaikan dalam diri anak.
Ingatlah, investasi dunia sering kali bersifat jangka pendek. Bahkan, sering menipu. Tapi investasi dalam bentuk anak yang shalih adalah tabungan abadi. Bahkan ketika orang tua telah meninggal dunia, anak yang shalih akan terus mengalirkan pahala.
Waktunya Memilih: Surga atau Neraka?
Anakmu akan menjadi penolong atau penjerumusmu. Maka, orang tua wajib memilih: apakah ingin mencetak anak sebagai pintu surga, atau membiarkannya menjadi pintu menuju azab.
Anak tidak bisa memilih siapa orang tuanya, tapi orang tua bisa memilih akan menjadikan anaknya seperti apa. Itulah tanggung jawab besar yang harus dijalankan dengan ilmu, kesabaran, dan kesungguhan.
Jangan Serahkan Anakmu ke Zaman
Zaman hari ini adalah zaman penuh fitnah. Internet, media sosial, tontonan bebas, pergaulan bebas — semuanya mengintai anak-anak kita. Jika kita tidak mengarahkan, maka zamanlah yang akan membentuk mereka. Dan kita tahu, zaman ini tidak berbelas kasih.
Itulah mengapa orang tua harus menjadi pendidik pertama dan utama. Jangan limpahkan sepenuhnya kepada guru di sekolah atau ustadz di masjid. Waktu bersama anak di rumah jauh lebih besar pengaruhnya, jika diisi dengan keteladanan dan cinta.
Mulailah dari Dirimu
Anak adalah cerminan orang tuanya. Jika kita ingin anak yang jujur, maka jadilah orang tua yang jujur. Jika ingin anak yang rajin ibadah, maka tunjukkan bahwa kita mencintai ibadah. Jika ingin anak mencintai Al-Qur’an, maka bacalah Al-Qur’an di rumah, bukan hanya menuntut mereka mengaji.
Anak tidak hanya mendengar perintah, mereka meniru perbuatan. Maka mulailah perbaikan dari diri sendiri. Menjadi orang tua yang lebih baik adalah langkah awal untuk mencetak anak yang menjadi investasi kebaikan.
Anakmu, Investasimu!
Hidup hanya sekali. Setiap manusia ingin meninggalkan jejak kebaikan yang tak terhapus waktu. Dan anak adalah salah satu jalan terbaik untuk itu. Tapi jalan ini tidak mudah. Ia butuh ilmu, butuh kesabaran, butuh doa yang tak henti-henti.
Waktu tak bisa diputar ulang. Jangan sampai kita menyesal karena membiarkan anak tumbuh tanpa arah. Jangan sampai anak menjadi ladang fitnah karena kita lalai mendidiknya. Sebaliknya, jadikan mereka sebagai wakil amal kita di dunia dan akhirat, sebagai sumber pahala yang terus mengalir bahkan ketika kita telah tiada.
Karena pada akhirnya, anakmu adalah cermin masa depanmu. Mereka bisa menjadi mahkota di kepalamu di surga, atau menjadi beban berat yang menarikmu ke dalam neraka.
Anakmu, investasimu. Maka tanamlah iman, siramilah cinta, dan jagalah dengan doa.[JAJ]